Mohon tunggu...
Bagus Widya Prasetya
Bagus Widya Prasetya Mohon Tunggu... Sarjana Hukum

Senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Membumikan Jihad : Memaknai Jihad Ekologis di Tengah Badai Krisis Lingkungan

15 Juli 2025   15:12 Diperbarui: 16 Juli 2025   10:45 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jihad Ekologis, Sumber : AI

Jihad Ekologis : Perjuangan suci Menyelamatkan Bumi dari Kerusakan

Di tengah hiruk pikuk modernisasi dan laju pembangunan yang tak terbendung, kita seringkali melupakan satu hal krusial: kesehatan bumi tempat kita berpijak. Krisis iklim, polusi, dan deforestasi bukan lagi ancaman di masa depan, melainkan realitas pahit yang sedang kita hadapi hari ini di seluruh Indonesia. Kondisi ini mengundang kita untuk merenungkan kembali peran dan tanggung jawab manusia di muka bumi. Di sinilah konsep "Jihad Ekologis" menemukan relevansinya  sebuah seruan moral dan spiritual untuk berjuang menyelamatkan lingkungan.

Jihad, dalam makna asalnya yang lebih luas, berarti "perjuangan sungguh-sungguh" atau "usaha maksimal". Konsep ini jauh melampaui stigma kekerasan yang sering disematkan padanya, sebagaimana ditegaskan oleh banyak cendekiawan Islam kontemporer. Dalam konteks ekologis, jihad berarti perjuangan kita yang tak kenal lelah untuk menjaga, melestarikan, dan memulihkan keseimbangan alam. Ini adalah ibadah, sebuah manifestasi ketaatan yang tak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga bagi seluruh makhluk di bumi. Perspektif ini sejalan dengan pandangan Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, yang menyoroti bagaimana modernitas telah menjauhkan manusia dari pemahaman spiritual tentang alam dan perlunya kembali pada etika lingkungan berbasis agama.

Landasan Spiritual dan Historis Jihad Ekologis

Konsep ini berakar kuat dalam ajaran Islam, yang menempatkan manusia sebagai khalifah fil ardh, atau wakil Tuhan di muka bumi. Amanah ini bukan sekadar gelar, melainkan sebuah tanggung jawab besar untuk mengelola dan memelihara alam semesta, bukan merusaknya. Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 41 secara eksplisit telah memperingatkan kita tentang konsekuensi dari perbuatan tangan manusia: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." Ayat ini adalah alarm keras bagi kita semua. Kerusakan yang kita saksikan hari ini  mulai dari polusi udara yang pekat di perkotaan, tumpukan sampah plastik yang mencemari lautan, hingga bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dan tanah longsor  adalah bukti nyata dari kelalaian kita dalam menjalankan amanah kekhalifahan.

Lebih lanjut, Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan. Salah satu hadis riwayat Bukhari menyebutkan, "Tidaklah seorang Muslim menanam suatu pohon atau menanam suatu tanaman, lalu sebagian hasilnya dimakan burung, atau manusia, atau binatang, melainkan itu menjadi sedekah baginya." Hadis ini menunjukkan betapa Islam sangat menganjurkan keberlanjutan dan kebermanfaatan alam. Bahkan, konsep "Hima" di masa awal Islam, yaitu kawasan lindung atau cagar alam yang dikelola untuk kepentingan umum dan keberlanjutan, menjadi bukti konkret penerapan etika lingkungan ini secara historis, sebagaimana dijelaskan oleh Ibrahim Ozdemir dalam karyanya tentang ekologi Islam.

Jihad Ekologis dalam Aksi Nyata Kontemporer

Lalu, bagaimana kita mewujudkan jihad ekologis di kehidupan sehari-hari, khususnya di tengah tantangan modern? Ini bukan tentang peperangan fisik, melainkan serangkaian tindakan nyata yang dimulai dari diri sendiri dan meluas ke komunitas:

Setiap keputusan yang kita ambil, dari memilih transportasi umum, menghemat listrik, hingga mengurangi konsumsi daging, berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Fenomena sampah, khususnya plastik, adalah isu krusial di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan telah mengeluarkan Fatwa Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Kemaslahatan Umat, yang secara tegas menyatakan bahwa membuang sampah sembarangan dan menyebabkan kerusakan lingkungan adalah haram. Fatwa ini, diikuti dengan gerakan "Pesantren Bebas Sampah" di beberapa wilayah, menjadi contoh nyata jihad melawan timbunan sampah yang merusak.

Selain itu, mendukung produk yang ramah lingkungan, beralih ke produk yang berkelanjutan, mendukung petani lokal dengan praktik pertanian organik, atau memilih bisnis yang berkomitmen pada keberlanjutan adalah bentuk jihad kita. Munculnya komunitas-komunitas yang menggalakkan bank sampah atau menginisiasi kebun kota di berbagai daerah adalah cerminan dari semangat jihad ekologis lokal. Menjadi suara lingkungan dengan mengedukasi diri sendiri dan orang lain tentang isu lingkungan, bergabung dengan komunitas peduli lingkungan, atau menyuarakan keprihatinan melalui platform seperti Kompasiana ini juga merupakan bagian dari perjuangan. Terakhir, berpartisipasi dalam kegiatan penanaman pohon atau mendukung upaya konservasi alam di sekitar kita juga sangat penting, mengingat pentingnya daerah resapan air di berbagai wilayah.

Panggilan Universal Jihad Lingkungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun