Mohon tunggu...
Bagus Ubhara
Bagus Ubhara Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Pasca

Magister Hukum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Asas Kesalahan pada Kasus Suap "Selamatkan Ibu"

8 Oktober 2017   17:02 Diperbarui: 8 Oktober 2017   17:17 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti dikenal dalam ilmu hukum pidana, bahwa hukum pidana didasarkan pada dua asas utama: asas legalitas dan asas culpabilitas. Asas yg pertama menyatakan bahwa tidak dipidana seseorang tanpa didahului oleh peraturan yang mengatur sebelumnya, dan asas yang kedua, menyatakan bahwa tidak ada pidana tanpa kesalahan (karena adalah tidak adil menghukum/pidana seseorang yang tidak melakukan kesalahan). Asas yg pertama bersifat memberikan perlindungan terhadap kesewenang2an yg mungkin dilakukan pemegang kekuasaan thdp rakyat, sementara yang kedua, melindungi hukum utk menjatuhkan pidana thdp orang yang tidak melakukan kesalahan.

Konsep 'kesalahan' dalam asas kesalahan (culpabilitas) boleh dibilang adalah merupakan jantung dari ilmu hukum pidana, demikian menurut Schaffmeiser dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana. Masalahnya adalah, konsep kesalahan dalam hukum pidana termasuk konsep yang rumit, dan tidak semua mahasiswa hukum mampu memahaminya dengan baik. Asas kesalahan merupakan konsep dasar, bahkan sangat dasar namun terlampau sering diabaikan karena ketidakpahaman sebagian pihak.

Sisi rumit konsep 'kesalahan' terletak pertama, dari kerancuan asal kata nya. Dalam bahasa Belanda nya sendiri, yakni Schuld, memilik makna ganda pertama sebagai lawan dari dolus (kesengajaan) yakni culpa (kesembronoan, kekuaranghati2an), dan kedua dalam makna yg luas sebagaimana dia hadir dalam asas 'tiada pidana tanpa kesalahan', dimana disini dia bermakna kesalahan dalam arti luas dan umum. 

Kerumitan kedua, adalah karena konsep 'kesalahan' ini mengalami perubahan dan perkembangan, pergeseran-pergeseran makna. Masing-masing ahli hukum memberikan penafsiran yang tidak seragam. Simons menyebutnya sebagai 'etik sosial'. Ada yg menyebutnya sebagai hubungan antara tindakan dan sikap batin. Kemudian yang terbaru menurut Amrani, adalah penilaian normatif hakim terhadap sikap batin terdakwa. 

Apa yang dimaksudkan oleh Simon sebagai etik sosial, adalah bagaimana masyarakat memandang suatu sikap batin seseorang yang melakukan perbuatan pidana. Misalnya, kasus Fidelis seorang suami yang menanam ganja utk mengobati istrinya. Ini sy akan berandai-andai saja karena sy tdk memiliki mendapatkan putusan kasus tsb (sudah sy cari di internet belom ketemu). Nah, hakim akan menilai apakah sikap batin si suami ini sehubungan dgn perbuatan pidana (menanam ganja) bisa dibenarkan oleh masyarakat?

Bisa saja hakim menemukan bahwa ternyata menurut pandangan masyarakat perbuatan menanam ganja utk menolong istri yang sedang terancam nyawanya, dan tidak ada pilihan lain karena sudah mencoba semua cara yang tersedia, ditambah siapapun orangnya akan memilih utk melakukan hal yg sama, maka hakim bisa memutuskan tidak ada unsur kesalahan dalam perbuatan terdakwa sehingga tidak dijatuhi pidana. 

Dalam hal spt ini, kesalahan disini berfungsi sebagai alasan penghapus pidana, lebih khususnya sebagai alasan pemaaf, yakni bahwa perbuatan tersebut terpenuhi unsur-unsur delik formalnya (bersifat melawan hukum formal), namun bisa dimaafkan karena dipandang tidak terdapat kesalahan. Artinya tetap sebagai perbuatan pidana, namun hapus unsur kesalahan nya. Disinilah letak pentingnya konsep kesalahan dalam hukum pidana.

Kemudian kita masuk ke dalam kasus utama tulisan ini, yakni kasus suap 'selamatkan ibu'. Apakah unsur kesalahan terpenuhi atau tidak terpenuhi dalam hal ini? tentu saja ini sepenuhnya wilayah hakim untuk menilai dan kemudian memutuskan. Yang perlu diingat adalah bahwa konsep kesalahan ini baru digunakan ketika rumusan delik formal semuanya telah terpenuhi. Sehingga, penggunaannya di dalam hukum pidana, memang berada di ujung pemeriksaan pengadilan. 

Bagaimana hakim menilai unsur kesalahan (dalam arti luas) inilah letak kerumitannya, dan tidak banyak buku hukum pidana yang bisa membahasnya dengan baik, karena apa yang tertuang di buku-buku klasik hukum pidana menurut saya kebanyakan sudah tidak mencakup perkembangan terbaru konsep tersebut. Apakah membantu seorang ibu yang terancam hukuman pidana dengan jalan menyogok hakim itu bisa dimaafkan? hemat saya tidak bisa. Membantu seorang ibu kandung yang terancam pidana adalah perbuatan mulia, namun tidak boleh menggunakan cara-cara yang melanggar hukum.

Nah kemudian tentu saja pertanyaan kuncinya adalah, apa bedanya perbuatan menanam ganja (yg jelas melanggar hukum) untuk menyelamatkan nyawa istrinya, dengan perbuatan menyuap (yang juga sangat jelas melanggar hukum) untuk menyelamatkan ibunya dari hukuman pidana? Disinilah menurut sy letak konsep 'kesalahan' perlu dipahami dengan hati-hati. Kesalahan merupakan wilayah kebatinan, dimana untuk membacanya diperlukan ketajaman mata hati (nurani). Hemat saya, menyelamatkan nyawa nilainya lebih tinggi daripada menyelamatkan ibunya dari pidana. 

Menyelamatkan nyawa adalah masalah kemanusiaan. Jatuhnya hukuman pidana thdp si ibu adalah konsekuensi logis dari perbuatan pidana si ibu (kecuali ada unsur rekayasa). Di dalam ilmu hukum pidana, terdapat konsep yang disebut 'noodtoestand', dimana terdapat situasi dimana seseorang terjepit diantara dua hal, yakni kepentingan hukum dan kewajiban hukum. Disitulah kedua orang tersebut posisinya berada (terjepit) dengan dua hasil pilihan yang tidak sama. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun