Mohon tunggu...
Bagus Fadhilah Apriadi
Bagus Fadhilah Apriadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Students

Full-Time Student at ITS Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Tingginya Kepadatan Penduduk di Kota Bandung

17 Mei 2019   16:20 Diperbarui: 17 Mei 2019   16:24 4125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kepadatan penduduk merupakan salah satu dari berbagai permasalahan penduduk di Indonesia. Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang dihuni (Mantra, 2007). Saat ini, kota Bandung sedang mengalami permasalahan kepadatan penduduk. Menurut data yang bersumber dari Badan Pusat Statistika Kota Bandung, berdasarkan sensus penduduk tahun 2009, kepadatan penduduk di Kota Bandung tercatat 14 449.69 jiwa/km2. Sedangkan pada sensus penduduk tahun 2017, jumlah penduduk di Kota Bandung mencapai 2,497,938 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 14,93 ribu jiwa/km2. Data tersebut menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di Kota Bandung terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2015, Kota Bandung menempati peringkat ke-5 dari 20 kota besar yang ada di Indonesia dengan tingkat kepadatan penduduk keempat tertinggi di Indonesia.

Tingginya kepadatan penduduk di suatu daerah disebabkan oleh urbanisasi, tingginya fertilitas, dan turunnya mortalitas. Diantara tiga penyebab diatas, urbanisasi adalah penyebab utama tingginya kepadatan penduduk di Kota Kembang ini. Kota Bandung merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Barat, tidak harus bahwa Kota Bandung pada saat ini menjadi pusat kegiatan masyarakat Jawa Barat. Kota Bandung menjadi pusat perdagangan dan jasa. Oleh sebab itu, banyak masyarakat dari luar Kota Bandung yang memilih berpindah ke Kota Bandung untuk membanting tulang. Hal ini menyebabkan tingginya angka perpindahan penduduk di Kota Bandung.

Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan permintaan akan lahan permukiman juga semakin tinggi. Namun, ketersediaan lahan di Kota Bandung semakin terbatas. Akhirnya terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yang menyebabkan harga lahan setiap tahun meningkat setiap tahun dan memicu bencana alam yang bersifat antropogenik. Masyarakat dengan daya beli rendah tidak mampu untuk menjangkau harga tanah dengan harga yang tinggi dan berakibat pada pembangunan permukiman non permanen seperti di bantaran sungai, bantaran rel kereta api, pesisir pantai, dan lain-lain.

Seiring bergulirnya waktu, permukiman non permanen yang dibangun pada tempat-tempat diatas lama-kelamaan menjadi permukiman kumuh karena kurang terjaganya kebersihan dan kurangnya sarana prasarana pendukung seperti minimnya tempat sampah. Akibatnya, tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk di permukiman tersebut rendah dan berdampak pada turunnya produktivitas penduduk sehingga berimbas pada meningginya dependency ratio (angka beban tanggungan). Dan bila masalah itu kontinu, Kota Bandung akan menjadi kota yang miskin karena ditunjang oleh penduduk yang sebagian besar non produktif.

Di Kota Bandung terdapat permukiman kumuh di bantaran Sungai Cikapundung. Penduduk yang mendiami bantaran Sungai Cikapundung sebagian besar adalah warga pendatang untuk mencari pekerjaan dari luar daerah Kota Bandung. Pendatang yang mendiami bantaran sungai Cikapundung tertarik dengan Kawasan ini karena Kawasan ini merupakan salah satu pusat perekonomian di Kota Bandung.

Untuk mengatasi permasalahan tingginya kepadatan penduduk, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasinya, antara lain :

1. Keluarga Berencana

Menjalankan program KB dapat meredakan ledakan penduduk yang berpotensi menyebabkan gejolak sosial dalam masyarakat

2. Apartemen Transit

Pemerintah Kota Bandung telah menyediakan apartemen transit yang diprioritaskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Apartemen transit disediakan dalam 2 type, yaitu type 24 dan 27 dengan harga berkisar Rp200.000,00 hingga Rp300.000,00 setiap bulannya.

Sumber Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun