Mohon tunggu...
Badrul Tamam
Badrul Tamam Mohon Tunggu... -

Alumnus Administrasi Bisnis Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Politik

Haters dengan Pen-dengki?

3 November 2015   17:22 Diperbarui: 3 November 2015   17:42 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ledakan informasi saat ini memberikan efek ganda yang cukup serius dalam perkembangan manusia dan kemanusiaannya. Seperti pisau bermata dua, satu sisi memberikan kemudahan informasi dalam proses perkembangan manusia dalam segala bidang. disisi yang lain, mejadi sesuatu yang mengerikan bagi orang-orang yang tidak jeli dalam menimang nimang informasi yang penting, objektif dan orisinal Tidak jarang kita melihat begitu banyaknya orang yang percaya dan tertipu dengan informasi-informasi hoax yang kental dengan hinaan, hasutan bahkan mengarah pada fitnah, yang memancing emosional pembaca dan menstimulus tindakan-tindakan yang cenderung merugikan.

Saat ini ketika kita membaca media sosial atau dalam media elektronik seperti di televisi, seringkali kita mendengar kata Haters (bahasa inggris: pembenci), mungkin ada makna lain? Yang pasti dalam beberapa media sosial kita pahami, bahwa seorang Haters memiliki pola-pola komunikasi yang mengarah dan bertujuan “penurunan nilai dari suatu objek, baik individu manusia, kelompok atau mungkin objek-objek lainnya”. Penulis bisa mengatakan ini semacam black campign –kampanye hitam- dari individu/kelompok untuk maksud dan tujuan tertentu.

Kalaulah ada yang mengatakan bahwa sikap Haters hanya hedonisme –untuk kepuasan diri sendiri- tanpa tujuan spesifik di luar dirinya, nampaknya seorang individu tersebut (baca; haters) sedang mengalami gangguan kejiwaan (stress dengan kadar akut) dan mencari pelampiasan atas persoalan hidupnya.

Sedangkan kalau ada yang mengatakan Haters merupakan kritikus, jelas kurang tepat, karena seorang kritikus itu merupakan orang-orang objektif dan konstruktif tanpa merusak sebuah tatanan komunikasi sosial yang ada. Masyarakat yang maju dan beradab pasti memiliki kritikus-kritikus hebat, logis, rasional dan konstruktif. Seperti yang diungkapkan Ridwan Kawil walikota Bandung –negara butuh pemuda-pemuda solutif bukan pencaci maki.

Lalu kalau Haters disandingkan dengan kata pen-dengki, apakah sepadan?. Nampaknya demikian? Ada yang kurang sepakat?. Beberapa alasan untuk itu; pertama: kalau dalam kaidah jurnalistik, sebuah tulisan itu harus cover both side (seimbang), seorang haters sama sekali jauh dari makna itu, mereka hanya menilai sesuatu dari satu sisi saja, dan fatalnya itu hanya dari sisi keburukannya dan hal ini dalam komunikasi sosial tidak memberikan efek positif sama sekali, kecuali perselisihan dan perpecahan apalagi dalam kultur kebhinekaan seperti indonesia, jadi pola-pola komunikasi demikian harus di matikan sampai ke akar-akarnya.

Jangan sampai meng-keren-kerenkan sebutan itu, bahkan ada yang dengan bangganya menyandang status “haters”, bahkan cukup miris ketika ada televisi swasta nasional yang menayangkan sebuah perselisihan antara orang yang di sebut “Haters” dengan artis, dengan pengungkapan borok masing-masing, apakah ini bisa di katakan sebuah tayangan sehat dan mencerdaskan?. Kedua: alasan kenapa Haters bisa disamakan dengan pen-dengki; karena apa yang mereka lakukan dan bicarakan cenderung sangat subjektif, bahkan saking subjektifnya seringkali salah dan menampar muka mereka sendiri karena apa yang mereka ketahui dan pahami sama-sekali jauh dari objektifitas yang mereka bahas.

Dalam islam sendiri para pen-dengki di bahas dalam alquran dan al hadits. “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok yang lain, (karena) boleh jadi mereka yang (diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan  yang (diperolok-olokkan) lebih baik (dari perempuan yang mengolok-olok)”. [QS. Al-Hujurat/49:13).

Cukuplah kesombongan dan kesempurnaan itu milik Allah semata.  kalaulah ingin memperbaiki saudara-saudara kita yang menurut penilaian kita kurang baik, maka sampaikanlah dengan se-sopan-sopannya tanpa harus melukai apalagi memancing perselisihan dan permusuhan. Banyak orang yang merasa memilki kekayaan, kedudukan, fisik yang indah atau  ibadah dan amal (keagamaan atau sosial-nya) melebihi yang lain, lalu dengan entengnya bersikap congkak, angkuh dan sombong. Semoga kita senantiasa dijauhkan dari sifat-sifat demikian, kalaulah kita percaya pada hukum kekelalan energi, tiap ucapan yang kita keluarkan dari mulut kita, sama sekali tidak keluar dari alam semesta ini, terus berkelindan di sekeliling kita.

Dari Abu Hurairah Rodiallahuanhu, bahwa Nabi salallahu alaihi wasallam di tanya tentang Ghibah beliau bersabda “menggunjing (Ghibah) ialah engkau menyebutkan keburukan saudaramu “Abu Hurairah Rodiallahuanhu bertanya “bagaimana pendapatmu jika yang aku katakan memang benar?” Nabi Salallau alaihi wasallam bersabda “jika apa yang engkau katakan itu benar, berarti engkau telah menggunjingnya, jika apa yang engkau katakan salah berarti engkau berdusta”. (Shahih HR. Muslim). Allah SWT berfirman “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin mukminah tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (QS. Al-Ahzab/33;5). Semoga kita senantiasa saling kasih mengkasihi untuk dunia yang lebih damai dan tentram. Barakallah fii walakum wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun