Idul Fitri tak hanya menjadi momentum bersilaturahmi dengan sanak saudara, teman dan sahabat saja; akan tetapi, biasanya ritual berziarah ke makam orang tua, kakek nenek, saudara juga menjadi bagian yang tak ketinggalan. Mereka yang sudah mendahului kita adalah orang-orang yang episode kehidupannya sudah selesai dari perspektif waktu. Durasi hidupnya sudah usai.
Itu dari perspektif waktu.
Lalu, mengapa, anak-anaknya yang berziarah mengirimkan do'a, membaca ayat-ayat Qur'an di depan makam atau di setiap usai shalat di bulan Ramadhan lalu dan di setiap saat?
Tak lain dan tak bukan, karena ketika durasi kehidupan dari perspektif waktu telah usai, maka ada dimensi lain yang masih berlangsung terkait dengan kematian itu sendiri.
Ya.. Yang Mulia Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).
Rupanya... kematian yang menurut kita adalah tamatnya episode kehidupan seseorang tidaklah tepat.
Sesungguhnya, masih ada episode keabadian di akhirat kelak.
Jeda antara alam kubur dan masa kebangkitan itulah yang diisi dengan pasive income, dari do'a yang dipanjatkan anak-anaknya yang sholeh, dari amal jariyahnya semasa di dunia dan dari ilmunya yang bermanfaat.
Oleh karena itu, semasa hidup, prioritaskanlah aspek-aspek potensi pasive income di akherat ini; dengan banyak hadir di majlis ilmu dengan banyak berbagai, mengajarkan anak-anak mengetahui dan memahami sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Demikian pula dengan harta yang kita punya.. apakah harta akan dibawa mati? ya... insyaallah bisa dibawa sampai mati, asalkan dititipkan kepada pihak yang tepat. Al Qur'an telah mengatur sedemikian rupa, kriteria orang-orang yang tepat untuk dititipkan harta kita sehingga menjadi amal jariyah yang bertransformasi menjadi pasive income di akherat.