Mohon tunggu...
Mahdiya Az Zahra
Mahdiya Az Zahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - lifetime learner

Mompreneur yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masyarakat Latah

26 Desember 2017   10:10 Diperbarui: 26 Desember 2017   10:57 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://health.detik.com/read/2013/07/03/183120/2291884/775/jika-dibiarkan-latah-akan-sembuh-sendiri-atau-justru-memburuk

Sejak merdeka, atau bahkan sejak sebelum merdeka Indonesia adalah wilayah kepulauan yang sangat luas. Luasnya wilayah Indonesia yang dipisahkan dengan lautan ini mengakibatkan Indonesia memiliki berbagai macam suku, ras, dan agama. Indonesia memiliki banyak suku, bahasa, budaya, agam, serta kepercayaan lokal. Banyak kepercayaan lokal yang dimiliki Indonesia dan dipercaya masyarakat meski tidak diakui secara resmi oleh pemerintah. Sejak dulu hingga sekarang semua orang beribadah dan menjalankan kebudayaannya masing-masing tanpa ada masalah.

Di era teknologi kini semua prosesi adat dan budaya diunggah di sosial media. Awalnya kita tidak mengetahui banyak kebudayaan di negeri kita, melalui sosial media kita menjadi tau kebudayaan mereka. Seringkali kebudayaan mereka terlihat aneh menurut kita (hanya sudut pandang kita) namun wajar untuk mereka. Sebaliknya, kebudayaan kita pun aneh menurut mereka dan wajar menurut kita.

Hal yang sering dibahas semenjak sosial media berkembang adalah perbedaan pendapat terkait sebuah budaya yang asing bagi kelompok lain. Parahnya para pengguna sosial media bebas berpendapat sesuka hati sehingga sering menuai kontroversi, ada pula yang emosional dan reaktif sehingga menyulut permusuhan. Semua ini hanya karena kurangnya pemahaman dan sikap rasional dari masing-masing pengguna sosial media.

Kegiatan yang sering membuat heboh adalah

  •  Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw, perbedaan pendapat muncul dari internal umat Islam. 
  • Sebagian mengatakan Maulid Nabi itu bid'ah, sebagian mengatakan tidak ada dalil yang melarang Maulid Nabi. Maulid Nabi di Indonesia sudah menjadi budaya di berbagai tempat, hal itu sudah melekat dalam hati setiap masyarakat. Kebudayaan ini sudah berlangsung sejak dahulu, sejak Indonesia belum merdeka. Tidak ada masalah dari dulu tentang kebudayaan ini, namun semenjak sosial media membumi, perbedaan pendapat pun dimulai. Bukan hanya berbeda, terkadang terjadi perselisihan, dan parahnya hal ini terjadi pada orang awam yang kurang baca dan kurang paham. Namun perselisihan ini muncul hanya ketika bulan Maulid, setelahnya perselisihan ini reda kembali, seperti tidak ada apa-apa kemarin.
  • Lagi, perselisihan muncul ketika memasuki bulan Desember yaitu ketika perayaan Natal. 
  • Perbedaan antara kelompok yang membolehkan mengucapkan selamat Natal pada umat Nasrani dan yang melarang pun dimulai. Mereka saling tukar cacian, makian, nyinyir tentang sempitnya pemikiran masing-masing. Sebenarnya apa masalahnya? Sejak dulu para ulama mengucapkan Natal, dan ada juga yang tidak mau mengucapkan. Hal ini tidak menjadi masalah dan sudah berlangsung bertahun-tahun, namun karna sosial media menyebar, mulailah perselisihan terjadi. Padahal para ulama yang berbeda pendapat tidak mempermasalahkannya, kembali orang awam lah yang selalu ribut. Tapi begitu masuk bulan Januari, segalanya pulih kembali seperti tak terjadi apa-apa. Muncul lagi perdebatan tentang terompet tahun baru, begitu seterusnya, tak pernah ada solusi, dan tak pernah ada akhir, hanya daur saja.

Masyarakat Indonesia tak ubahnya seperti masyarakat yang latah, setiap ada event yang bisa diperdebatkan, mereka akan ribut tentang pengetahuan agama mereka. Mereka seakan menanti momen-momen ini untuk menyerang kelompok lain. Namun setelah momen ini, mereka tiba-tiba berdamai dengan sendirinya. Lantas kenapa perdebatan harus dipicu ketika momen ini? Kalau memang mau ribut, ribut aja terus sepanjang tahun, tak usah berdamai. Kalau memang mau berdamai, damailah terus jangan pernah menyulut permusuhan. Momen-momen ini adalah momen yang penting dan sakral bagi sebagian kalangan, kenapa harus dirusak dengan perdebatan yang tidak pernah ada akhirnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun