Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ruang Publik dan Kepakaran: Ulasan Interpretatif atas Matinya Kepakaran (Bagian Dua)

12 September 2019   20:03 Diperbarui: 12 September 2019   20:07 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seseorang bisa dengan mudah meremehkan opini dari pakar bahkan dalam konteks bidang yang dikuasainya. Akun anonim juga memungkinkan seseorang menebar kebencian dan informasi sampah tanpa takut identitas aslinya terbongkar.

Anonimitas memicu narsisme intelektual pada taraf memperihatinkan. Berlindung di balik identitas samar, sekelompok awam dengan entengnya memancing debat pengguna lain seakan semua yang hadir di ruang media sosial itu sebaya dengan usia, kedewasaan, level pendidikan, serta pengalaman yang setara. Di kehidupan nyata, tentu tidak semua orang berani berbuat nekat seperti itu.

Tukang komentar dan perusuh di media sosial itu tentu berlindung di balik jarak dan kedekatan virtual. Norma yang biasanya mengatur interaksi langsung atau tatap muka menjadi tidak berlaku dalam komunikasi virtual seperti itu. Oleh karena itu, mereka tidak ragu meracuni perbincangan dan diskusi di media sosial meski di ruang itu ada pakar, tokoh, pemuka, atau orang tua.

Selain itu, masyarakat awam sangat mudah percaya pada hal yang diselubungi popularitas. Selebritis, misalnya, informasi palsu dan tindakan konyol yang dilakukan oleh para selebritis selalu mendapat tanggapan bahkan dukungan dari masyarakat awam. Tidak sedikit orang yang mengikuti langkah sang selebritis meski para pakar telah memperingatkan bahaya yang ditimbulkannya.

Selebihnya, mereka yang baru saja mengenal dunia internet, terutama generasi Baby Boomers begitu mudah percaya pada apa saja yang layar smartphone mereka tampilkan. Sesuatu yang dibuat viral, disebarkan lewat berbagai portal berita maupun akun media sosial dibuat demikian untuk meyakinkan masyarakat awam bahwa informasi yang ditampilkannya adalah fakta karena banyak orang membicarakannya.

Mengulik informasi di internet, termasuk memvalidasi fakta yang diacunya benar-benar sulit untuk dilakukan. Sebab usaha itu tidak semasif arus input informasi palsu yang masuk ke internet. Input informasi ke internet bersifat terbuka dan bebas. Buku yang terbit sebagai pembanding; tentu telah melalui proses editing, proofreading, dan negoisasi alot antara penulis, editor, pemeriksa, dan penerbit. Internet tidak demikian.

Menelusur informasi di internet dengan mengandalkan kata kunci dan saran dari ruang komunitas tidaklah cukup. Klik sana sini dan membuka banyak tab dan jendela browser tidaklah sama dengan penelitian. 

Penelitian butuh waktu untuk mematangkan konsep dan landasan pikir, memilih metode, merumuskan target, serta menerapkan analisis untuk memeroleh sebuah simpulan. Internet penuh dengan hal-hal yang bisa merusak konsentrasi.

Pengetahuan kolektif di mana semua orang bisa berpartisipasi menuangkan kajiannya seperti Ensiklopedia terbuka Wikipedia sudah diwujudkan. Setiap orang diajak umtuk berkontribusi untuk meningkatkan akurasi sekaligus mengawasi setiap entri untuk menyisir kesalahan dan bias. Namun dalam prakteknya, banyak pihak yang memanfaatkan sistem tersebut untuk membangun reputasi dan kepercayaan publik dengan mengatur informasi pada entri tertentu.

Masalahnya, tidak banyak orang yang bersedia menjadi verifikator dan mengawasi setiap entri di Wikipedia sebanyak orang yang memasukkan entri ke Ensiklopedia tersebut. Tinjauan pakar merupakan hal yang sulit diterapkan di sistem terbuka seperti Wikipedia. 

Tidak mudah bagi editor untuk menugaskan pakar yang tepat untuk mengawasi entri di bidang tertentu. Sebab jika Wikipedia ingin memapankan kredibilitasnya, ia harus meminta pakar dari tiap pokok bahasan untuk mengawasi artikel di bidang keahliannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun