Kenakalan remaja merupakan persoalan yang banyak mendapat sorotan mulai dari penegak hukum, pendidik, dan orang tua sendiri. Kenakalan remaja dapat berupa penyalahguaan narkotika, keterlibatan dalam kejahatan, perilaku seksual yang menyimpang, tawuran antar kelompok-kelompok remaja, pelanggaran norma-norma sosial dan lain sebagainya.
Kenakalan remaja sendiri dikarenakan dari berbagai faktor yang beragam dan saling mempengaruhi, seperti keluarga yang tidak harmonis. Aspek tersebut memiliki kedudukan yang sangat dominan dalam usaha penanaman nilai-nilai dan bimbingan anak. Ketidak harmonisan keluarga akan menyebabkan suatu pengaruh yang negatif pada anak yang sedang mengalami pertumbuhan fisik dan mental, bahkan anak akan kehilangan tempat untuk berpijak. Tidak adanya komunikasi yang sehat atau tertutup dalam keluarga yang dapat menyipangkan norma-norma sosial yang hidup dalam masyarakat.
Faktor model pendidikan di sekolah merupakan lembaga sosialisasi kedua setelah keluarga. Persoalan akan segera muncul manakala di lingkungan sekolah tidak terlaksana suasana yang dialogis atau proses komunikasi yang sehat antara pendidik dan peserta didik. Pengaruh negatifnya akan lebih besar lagi, jika hubungan antara pendidik dan peserta didik seperti hubungan penguasa dan barangyang di kuasai. Suasana yang demikian menjadikan peserta didik tertekan, tidak merasakan senang dikelas atau disekolah, sehingga mengganggu dalam perkembangan mental anak.
Pengaruh kebudayaan asing. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat di zaman now, seperti yang dicapai informasi dan teknologi dan situasi global yang sedang dihadapi setiap bangsa dalam segala aspek kehidupannya, sangat kuat dalam pengaruh perkembangan mental anak. Seperti Gadget, Film, dan budaya asing yang dimasyarakatkan dengan berbagai media yang lebih dimaksudkan sebagai wahana hiburan, dan juga buku bacaan dengan mudah dapat diperoleh anak, seringkali tidak sesuai dengan budaya setempat.
Sebagai akibatnya, secara tidak langsung ikut membentuk karakter anak menjadi cenderung pada bentuk menurut ukuran budayanya sendiri. Akhirnya anak berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat dan norma sitem keyakinan yang dianutnya. Â Hal tersebut sangat dominan dalam menyumbangkan pengaruh kontradiktif dengan keharusan perkembangan mental anak, sehingga dengan mudah terdorong cenderung pada perilaku yang menyimpang. Asumsi ini termasuk pada wilayah media sosial massa yang secara tidak mudah di gugat keterlibatannya.
Untuk itu suatu solusi yang mungkin ditempuh adalah dengan menerapkan model pendidikan yang integral baik di sekolah maupun diluar sekolah dan adanya keterpaduan antara sekolah dengan keluarga secara solid dalam usaha untuk membentengi peserta didik dari perilaku yang menyimpang melalui pendekatan kultural yang agami. Dengan adanya tindakan yang nyata, diharapkan anak memiliki jiwa Berilmu  Amaly, Beramal 'Ilmy, Berbudi Pekerti, Terampil dan Prestasi.