Tegal, 2 Agustus 2025 Â Dalam hidup, tak semua yang direncanakan berjalan mulus. Tapi bukan berarti harus kecewa. Justru di sanalah letak seni dari hidup ketika kita belajar menerima, mengikhlaskan, dan melanjutkan dengan penuh syukur. Begitulah perjalanan saya hari ini, bersama sahabat spesial, Om Siswoyo dari INDOKES, menuju Kalimantan Tengah, Barito Utara.
Rencana sudah tersusun. Tiket sudah di tangan. Semangat sudah penuh. Namun takdir berkata lain. Kereta Api Argo Bromo Anggrek (KA 1) yang seharusnya menjadi bagian dari rute perjalanan kami, anjlok di Stasiun Pegadenbaru, Subang pada Jumat, 1 Agustus 2025, pukul 15.47 WIB.
Fakta Anjloknya KA Argo Bromo Anggrek
Sebanyak 5 gerbong kereta keluar dari rel, termasuk gerbong eksekutif dan pembangkit. Insiden ini menyebabkan keterlambatan dan pembatalan lebih dari 50 perjalanan kereta api. Jalur utara lumpuh, dan PT KAI melakukan evakuasi besar-besaran dengan 200 personel teknis. Hingga Sabtu pagi, proses normalisasi jalur masih berlangsung ([Sumber: KAI, Disway, MetroTV]).
Rute Berganti, Makna Bertumbuh
Alih-alih terus menunggu kereta, kami memutuskan untuk berpindah jalur: dari Stasiun Tegal menuju Semarang, kemudian insya Allah akan lanjut naik travel menuju titik keberangkatan berikutnya.
Sebagai Wong Embuh, saya belajar untuk tidak ngoyo terhadap rencana. Saya menyebutnya sebagai bagian dari filosofi Embuhisme:
"Mbuh priben carane, sing penting tetep mlaku. Kersane Gusti Allah sing paling utama."
Artinya? Ya sudah. Kalau jalan lurus tertutup, kita cari jalan belok. Kalau kereta tertunda, mungkin Allah ingin kita istirahat sejenak, merenung, atau malah berbagi waktu lebih dalam dengan sahabat seperjalanan.
Bersama Om Siswoyo INDOKES