Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Meninjau Kembali Makna Tadarus

20 April 2021   10:26 Diperbarui: 20 April 2021   10:44 2420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Santriwati sedang tadarus Al-Qur'an (Dokpri)

Ramadan selalu menjadi momentum bagi kita untuk meng-charge keimanan kita. Sebagaimana cita-cita dari puasa yakni "la'allakum tattaqun", supaya kamu bertaqwa. Berbagai aktivitas rutin tahunan digelar di bulan ini. Buka bersama, shalat tarawih dan tak ketinggalan tadarus Al-Qur'an. Meski pandemi masih mengintai, namun berbekal ketaatan pada protokol kesehatan, beberapa kegiatan khas sudah mulai dihelat. Memang tak semencekam Ramadan tahun lalu, sehingga kerinduan yang membuncah pada Ramadan sedikit bisa terobati.

Setiap Ramadan tiba, kenangan masa kecil di kampung halaman selalu saja menari-nari di pelupuk mata. Tetap bermain meski harus menahan lapar, mengobatinya dengan mandi di sungai supaya tetap segar. Ups, tapi jangan sekali-kali buang angin di dalam air. Kata orang, itu batal. Wah, takut banget kalau sudah begitu. Tidak lupa mengumpulkan makanan berbuka, baik dari makanan slondok upah dari tetangga yang kita bantu mengunting  yaitu merangkai menggunakan tali dari bambu, maupun jatah dari ibu untuk jajan bakmi bumbu pecel atau wedang cao di warung tetangga. Duh, benar-benar ngangenin dan bikin baper.

Belum lagi setiap malam ikut tarawih dan sangat senang kalau jadwal imamnya yang kilat khusus. Sudah kilat khusus, masih minta diskon, takbiratul ihramnya menunggu injury time saat imam hampir selesai membaca surat pilihan. Kejahilan saat salatpun tak ketinggalan. Kalau saya ingat-ingat, nakal sekali ya saya saat itu. Mengapa harus desak-desakan dan himpit-himpitan sama teman, padahal tempatnya luas. Masih juga ditambah goyang kanan, goyang kiri bersamaan sambil cekikikan seolah menyanyikan lagu 'suk suk nong". Teguran dan amarah dari para simbah yang merasa terganggu hanyalah angin lalu. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Nggak digubris.

Namun, di balik kenakalan ala anak-anak, semangat mereka luar biasa. Seusai tarawih, pantang pulang sebelum ikut tadarus Al-Qur'an. Meski bacaannya belum lancar, masih grothal grathul, tapi dengan percaya diri tetap bergabung pada kelompok. Duduk melingkar, membuka juz dengan surat dan nomor ayat yang sama. Membaca secara bergantian, satu persatu. Sementara yang lain menyimak dengan seksama dan sesekali membetulkan saat terjadi kesalahan pengucapan huruf atau makharijul huruf, hukum bacaan atau tajwid maupun panjang pendek bacaan. Tiada rasa malu sedikitpun saat dibetulkan, apalagi marah dan berujung mutung. Begitu indah, saling asah asih asuh. Mereka yang lebih tua dengan telaten mendampingi yang muda. Sebaliknya mereka yang muda hormat dan patuh kepada yang tua. Bukan kecepatan yang dikedepankan, akan tetapi ketepatan bacaanlah yang diutamakan.

Seiring waktu berjalan, suasana tadarus yang demikian sudah mulai jarang ditemukan. Cukup prihatin memang, saat kawula muda kini lebih sibuk dengan gawainya, daripada membaca mushaf Al-Qur'an. Demikian pula yang tua. Tadaruspun mulai beralih ke handphone. Tak ayal, tadaruspun digelar secara online yang jangkauannya lebih luas. Tidak sebatas kelompok pengajian, akan tetapi bisa grup alumni, teman kantor, ibu-ibu kompleks bahkan kelompok dadakan. Tidak ada simak menyimak di sini. Begitu list digelar, kita cukup memilih juz berapa dan membubuhkan nama. Apabila kita sudah membacanya, segera kita salin tempel daftarnya dan centang di depan nama kita. Begitu seterusnya hingga semua tercentang penuh.

Seingat saya tadarus model ini diilhami dari metode tadarus online One Day One Juz atau ODOJ. Sebuah motivasi untuk merutinkan membaca Al-Qur'an satu hari satu juz. Metode ini sempat menjamur dan jadi trend, bahkan saat inipun masih berjalan di beberapa komunitas. Nah, diadaptasilah tadarus dengan cara ini, meskipun sifatnya lebih ringan. Peserta tidak diharuskan membaca sampai satu juz dalam sehari. Oleh karena itu tidak heran jika kadang dibutuhkan waktu lama untuk bisa katam. Jika dilihat dari tujuannya untuk meng-istiqamah-kan tadarus dan mencintai Al Qur'an, tentu saja hal ini sangat bagus. Namun apabila kepentingannya menyimak, memperbaiki bacaan dan mengutamakan kebersamaan, tentu saja ada yang kurang di sini.

Secara bahasa, tadarus berasal dari kata darasa-yadrusu yang artinya mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji dan mengambil pelajaran. Kata ini mendapat tambahan huruf ta' di depannya sehingga menjadi tadaarasa-yatadaarasu, sehingga maknanya bertambah menjadi saling belajar atau mengkaji secara lebih mendalam. Sehingga dibutuhkan seorang ahli dalam bidang bacaan dan kajian Al-Qur'an. Demikian pula jika ditinjau dari ilmu nahwu (tata bahasa arab), tadarus berwazan tafaul yang artinya aktivitas yang dilakukan minimal dua orang. Secara istilah berarti kegiatan membaca dan memahami Al-Qur'an secara bersama-sama. Nah, jika demikian maka tadarus yang selama ini kita pahami masih sekedar membaca dan saling menyimak. Belum sampai pada tahap mendalami makna ayat Al-Qur'an.

Berdasarkan pemaknaan tadarus tersebut, penting bagi kita untuk kembali menghidupkan semangat mengaji dan mengkaji Al-Qur'an. Jangan sampai tadarus kehilangan esensinya. Kalaulah masih sekedar membaca secara bersama-sama, saling simak dan membetulkan bacaan, itu lebih baik daripada sekedar melaporkan ketuntasan membaca dan adu cepat dalam mengkatamkan Al-Qur'an. Dengan demikian, kualitas atau kefasihan bacaan tetap terjaga. Karena sebagaimana kita ketahui,  bacaan Al-Qur'an itu beda pengucapan atau tidak tepat panjang pendeknya akan mengubah arti. Akibatnya sangat fatal. Bagi mereka yang paham bacaan Al-Qur'an, telinganya akan merasa geli atau tidak nyaman saat mendengarkan bacaan yang tidak tepat. Meski dibaca dengan tilawah yang apik sekalipun.

Tanpa mengurangi semangat mereka yang melakukan tadarus online, termasuk saya bersama teman-teman alumni dan rekan kerja, mari kita hidupkan lagi semangat mengaji dengan saling simak dan membetulkan bacaan. Lebih jauh lagi, semangat mengkaji juga harus kita bangkitkan supaya esensi dari tadarus itu benar-benar terealisasikan. Tentu saja protokol kesehatan tetap kita patuhi, mengingat pandemi belum juga berlalu. Saya juga yakin, para pembaca di sini juga masih setia untuk tadarusan ala masa kecil kita dulu. Baik bersama tetangga di masjid seusai tarawih maupun setia menyimak dan membetulkan bacaan anak cucu santri-santri Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) atau pesantren yang baru semangat-semangatnya tadarus Al-Qur'an.

Saya jadi teringat ketika saya dan teman-teman merintis sebuah komunitas untuk belajar menjadi mubaligat. Misi awal kami adalah semua peserta mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Alasannya jelas, bagaimana mereka bisa membimbing masyarakat, kalau bacaan Al-Qur'annya belum benar. Apa jadinya jika saat berceramah dan menyitir ayat Al-Qur'an, tapi bacaannya tidak tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun