Mohon tunggu...
Azhari
Azhari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Energi baik untuk kehidupan

30 Juli 2018   18:39 Diperbarui: 30 Juli 2018   18:56 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gue otw.

***

Itu adalah salah satu pengalaman saya mengenai gas tabung sebelum saya merantau ke DKI Jakarta. Sebenarnya ada banyak cerita mengenai gas tabung yang membuat saya harus menahan sebal, seperti sewaktu ingin memasak mie instan atau kopi di tengah malam namun gas habis, sehingga tak ada kopi dan mie yang bisa saya nikmati. Pernah juga setelah gas sampai di rumah, tapi tidak bisa digunakan lantaran karet tabung yang umumnya berwarna merah itu tidak ada, sehingga saya harus balik lagi ke toko hanya untuk meminta karet tabung gas.

Oke, maaf kalau saya terkesan menyinyir, tapi begitulah yang saya alami. Sampai pada suatu hari, kawan saya yang kebetulan lulusan Fakultas Geologi, Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung, memberi saran agar keluarga saya beralih dari gas tabung ke jaringan gas (jargas) dari PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN), saat saya menyampaikan bagaimana nasib kakak saya setelah saya merantau ke Jakarta. Ia pasti kerepotan mengurus kebutuhan rumah, salah satunya beli gas. Ternyata saya merasa bersalah meninggalkan kakak di kampung halaman.

Kawan lulusan Geologi itu mengatakan bahwa di rumahnya ia sudah menggunakan jargas.

Saya sebelumnya bingung bagaimana bisa gas dipasok ke rumah-rumah lewat pipa seperti aliran air PAM atau listrik dari PLN. Kawan lulusan Geologi, yang akrab saya sapa Dimas, itu menjelaskan bahwa sekarang gas sudah dipasok seperti listrik dan air. Untuk daerah Jabodetabek dan Banten sudah banyak yang menggunakan, bahkan Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah tersalur dengan pipa-pipa yang panjangnya bisa mencapai ribuan kilometer.

"Lalu apa keuntungannya?" tanya saya.

"Banyak. Salah satunya lu tidak perlu kehabisan gas karena gas terus tersedia sepanjang waktu, siang-malam dan tidak perlu pasang ulang gas tabung. Tinggal nyalain kompor, api sudah menyala," jelas Dimas.

"Risiko terjadi ledakan juga sangat minim karena keamanan gas sangat terjamin. Gas yang digunakan PGN berjenis LNG, gas alam cair yang ramah lingkungan. Lu bisa cari tahu jenis kimiawi dan sifat gas jenis LNG di internet untuk lebih jelasnya, kalo gue jelasin pasti lu bakal pusing hampir mampus. Pokoknya, saat terjadi kebocoran, gas akan menguap ke udara dengan cepat dan tidak terjadi kebakaran dan tidak berbau," lanjutnya.

Sebenarnya ini adalah jenis obrolan terlalu sok ilmiah dan sok bijak bagi saya. Tapi entah kenapa malah asyik.

"Selain itu gas dari PGN lebih ramah lingkungan. Api yang dihasilkan berwarna biru. Sori, bukan gue promo, ya. Tapi memang kenyataannya begitu. Gas itu juga sudah digunakan pada kendaraan seperti bajaj. Pembakarannya lebih sempurna dan tidak mengeluarkan asap yang kotor, sehingga tidak mencemari lingkungan. Oya, lu, kan, baru pendataan lingkungan di Pesisir Utara Subang, harusnya lu juga peduli pada kebersihan udara."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun