Di tengah masalah Papua yang muncul saat ini, sejumlah pihak berusaha mendompleng untuk mengkritik pemerintah tanpa dasar. Mereka memanfaatkan momentum untuk mendiskreditkan pihak yang berwenang, tanpa mau bekerja bersama untuk membenahinya.
Seperti yang dilakukan oleh Natalius Pigai ini. Mantan Komisioner Komnas HAM ini memang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi tanpa konteks dan substansi yang benar.
Seperti, dia menyebut bahwa aksi penghinaan di Surabaya yang menyulut kerusuhan di Manokwari, sebagai bentuk fobia terhadap orang Papua. Menjamurnya rasialisme itu katanya bukan barang baru.
Menurutnya, tindakan tersebut telah dilakukan sejak pasca integrasi politik di Indonesia tahun 1970an, 1980an dan sampai hari ini terus berlangsung.
Hal ini menandakan negara tidak cakap melakukan pembangunan integrasi politik di Papua secara subtansial. Akibatnya, kondisi hari ini adalah hasil resultante dari kegagalan pembentukan karakter dan rasa kebangsaan.
Dari pernyataan tersebut, sebagian memang ada benarnya, tetapi sayangnya pernyataan tersebut adalah bentuk opini, dan tak ditemukan tawaran solusi yang mungkin bisa diaplikasikan dalam menyikapi jalan panjang permasalahan di Papua.
Padahal masukan positif yang diperlukan saat ini dari seorang yang berawal dari wilayah tersebut. Bukan sekadar nyinyir belaka.
Untuk menelisik kasus Papua diperlukan pemahaman dan strategi yang matang. Permasalahan Papua tak bisa terlepas dari peran rezim dan pengaruh eksternal pada masanya.
Sejak berakhirnya era Orde Baru, masing-masing pemimpin Indonesia telah mengupayakan Papua sebagaimana layaknya warga dan wilayah negara Indonesia lain, termasuk di era Presiden Jokowi yang menitikberatkan pembangunan infrastruktur dan pengambilalihan Freeport.
Keluhan-keluhan mengenai sejarah integrasi Papua harus ditengahi dalam medium yang mengakomodasi penjelasan secara kritis. Harus ada cukup ruang berkembang bagi penduduk asli Papua di tingkat akar rumput dan bagian lainnya dari masyarakat madani di Papua.
Secara tahapan, era Presiden Jokowi telah dan sedang berusaha menuju ke level selanjutnya, namun gangguan yang muncul dari dalam dan terindikasi didukung dari luar adalah proses yang beberapa kali harus dilalui.