Mohon tunggu...
Ayheka Irma
Ayheka Irma Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah

21 Oktober 2017   17:31 Diperbarui: 21 Oktober 2017   17:34 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pendidkan adalah pendidikan  Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang  dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab.  Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi  lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai  (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang  menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup  sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
1.    Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak  mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan  kompetensi estetis.
2.    Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya  intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu  pengetahuan dan teknologi.
3.    Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan  keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah "bawaan, hati,  jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,  temperamen, watak". Adapun berkarakter adalah berkepribadian,  berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak". Menurut Tadkiroatun  Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap  (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan  keterampilan (skills).

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti  "to mark" atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai  kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang  tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang  berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan  kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai  karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,  kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai  tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku  pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu  sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,  penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,  pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana  prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.  Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku  warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang  melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan  tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka  pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang  diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan  menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam  mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih  mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk  tantangan untuk berhasil secara akademis.

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur  universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap  ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,  kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima,  dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam,  percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;  kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi,  kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model  pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the  good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab  pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus  ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan  mencintai kebajikan menjadi mesin yang bisa membuat orang senantiasa mau  berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau  melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan  itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu  berubah menjadi kebiasaan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu  yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.  Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup  keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau  menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal  terkait lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun