Membaca "ayat-ayat" al-Qur'an secara ideal harus sesuai dengan kaidah tajwid baik orang Arab maupun non Arab.
Tidak mesti juga orang Arab ketika membaca ayat al-Qur'an sudah benar sesuai dengan kaidah tajwid , begitu juga orang Nusantara. Banyak orang Arab yang malah terheran-heran dengan pelafalan ayat-ayat al-Qur'an orang Nusantara  yang lebih fasih dari orang Arab.
(Sebagai contoh: Sambil menunggu sholat jama'ah di masjid Nabawi Madinah, saya pernah meminta beberapa anak-anak Madinah yang ikut jama'ah -umur sekitar 8-11 tahun- Â untuk membacakan beberapa ayat Al-Qur'an. Hasilnya bagaimana???
Walaupun mereka anak-anak Arab masih banyak juga kesalahan dalam kaidah tajwid. Sebaliknya kita melihat anak-anak Nusantara seumuran mereka, tingkat kefasihannya luar biasa
TETAPI.....kalau hanya penyebutan nama surat, beberapa ahli-ahli al-Qur'an di tanah Jawa yang saya ketahui dalam menyebutkan nama surat seperti  sesuai dengan logat daerah asalnya (misal: Jawa Tengah---->al-fatehah/al-fatekah, Sunda----->al-patehah)....
Padahal beliau-beliau ahli al-Qur'an  di tanah Jawa banyak yang berguru dengan berbagai guru/ulama termasuk dari Timur Tengah.
Jadi mengapa penyebutan 'nama surat' sesuai logat daerah (bahasa Ibu) aja dipersoalkan???
Nur Fauzi Ahmad