Mohon tunggu...
Muhammad Asif
Muhammad Asif Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and reseacher

Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Bus Surabaya-Semarang, Ke-latahan Nelpon dan Masyarakat yang Merindukan Bus Nyaman

16 Februari 2019   11:20 Diperbarui: 16 Februari 2019   12:00 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Pernahkah anda naik bus jurusan Surabaya --Semarang atau sebaliknya? Jika pernah anda mungkin akan menemukan pengalaman dan sensasi yang berbeda. Mungkin bus jurusan ini beda dengan bus-bus jurusan lainnya. Entah itu dari pelayanannya, apalagi kenyamanannya. Penumpang terombang-ambing hingga berteriak-teriak karena sopir ngebut itu adalah hal yang biasa. 

Menjejal penumpang hingga penuh dan sesak, hingga bis terasa miring kala berjalan, bahkan kadang orang yang mau turun harus kesulitan mencari jalan, juga hal yang lumrah. Itu belum lagi kondektur yang memarah-marahi penumpang entah karena apa itu hal yang sering terjadi. Kernet bus menurunkan penumpang dengan kasar, juga hal yang sering kita lihat. 

Saya sejak kecil terbaisa naik bus jurusan ini. Saya sering melihatnya sendiri. Bahkan pernah mengalaminya. Pernah suatu ketika saya bersama seorang teman naik dari Semarang. Saat bus sampai Lasem (Rembang) bus berhenti setelah perempatan lampu merah masjid Lasem. 

Saat itu sekitar pukul 17.00 WIB. Si kernet bilang ke penumpang bus akan istirahat selama 15 menit. Teman saya, pak Agus namanya kemudian ngomong ke si kernet mau turun sebentar untuk ngisi pulsa, di seberang jalan. Kebetulan di sebarang jalan ada banyak konter pulsa. 

Si kernet bilang "ok sepuluh menit ya". Teman saya pun bergegas menuju ke konter. Berselang lima menit kemudian bus tiba-tiba nylonong jalan dan cepat sekali. Teman saya ditinggal. Padahal belum ada lima belas menit. Bahkan belum ada sepuluh menit. Padahal teman saya ngejar waktu. 

Habis isya' ia punya jadwal ngisi di sebuah majlis taklim di Tuban. Ketika saya protes kenapa teman saya ditinggal, dengan nada tidak ramah si kernet menjawab, "ngejar jam".  Saya pun kemudian diam saja, karena saya tahu kalau saya teruskan dia dia akan semakin menjadi-jadi.

Pernah juga kejadian menimpa saya. Waktu itu saya bersama istri dan anak laki-laki kami hendak liburan ke rumah kakeknya di Kebumen. Naik bis jurusan Surabaya-Semarang. Tak beberapa lama kemudian si kernet menarik karcis. Perlu saya jelaskan budaya bus jurusan Surabaya --Semarang memang biasa menaikkan penungpang di mana saja, tidak harus diterminal atau ditempat pembelian tiket. Bus ekonomi maupun patas sama saja. 

Saya pun  bilang ke si kondektur akan  turun Semarang dan membayar sesuai jarak ke sana. Namun oleh si kondektur karcis kami justru ditulis Pati, padahal kami jelas-jelas membayar untuk ke Semarang. Merasa ada yang janggal dengan karcis kami, saya pun protes pada si kondektur. 

Saya tanya kenapa karcis saya ditulis Pati, padahal kami membayar ke Semarang. Si kondektur  yang bertato di bagian lengan tangannya kemudian menghampiri saya dan mengambil karcis yang ada di tangan saya. "Iki delok matamu. Wes tak tulis Semarang". Sambil menunjuk-nunjuk ekarah saya dan seperti menghardik. 

Kulihat anak saya yang waktu itu baru bermur sekitar 2 tahun ketakutan. Saya mau merespon si kondektur yang kasar itu tapi ditahan istri saya, "sudah-sudah" sambil memegang tangan saya. Sementara anak saya masih ketakutan, "Ayah ayo pulang". Akhirnya saya tahan amarah saya. 

Saya terus terang merasa sangat jengkel dengan kondektur itu karena sampai beberapa lama anak saya masih menampakkan raut muka ketakutan. Ia kemudian menangis sambil berujar, "ayah ayo pulang". Padahal anak saya biasanya selalu ceria ketika di perjalanan menuju ke rumah kakek neneknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun