Mohon tunggu...
Andi W. Rivai
Andi W. Rivai Mohon Tunggu... Penulis - Penolog

Mengejar cinta Allah 'azza wa jalla www.navatour.co.id al Habsy Management

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Nyata; Ini Mahar Saya untuk Menebus Dosa

1 Maret 2018   14:10 Diperbarui: 1 Maret 2018   18:33 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar; pinterest.fir/pin/

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

 "Setiap bani adam berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat."(HR. Ibnu Majah).

Tidak heran jika sekarang kerabat ataupun para sahabat sangat berbangga kepadanya. Bukan karena dia makin hebat karirnya. Karena, kalau itu ukurannya, tentu salah besar. Dulu dia memang pejabat negara, seorang bupati dua periode. Massa pendukungnya tentu tidak bisa dihitung dengan jari, loyalitas mereka pun tidak perlu diragukan lagi. Bisnis dan karir politiknya cemerlang.

Tapi sekarang, dia hanya seorang napi, bahasa lembutnya warga binaan. Dari posisi sebagai bupati, berubah status menjadi seorang napi, tentu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan, apalagi membahagiakan. Bahkan banyak orang mengatakan, itu memalukan. Salah salah, jika tak sanggup menahan malu, urat nadinya pun bisa digores sendiri pakai pisau.

Jadi, apa yang membuat kerabat dan para sahabatnya patut berbangga (bahagia)? Karena ternyata penjara sudah menjadikannya menjadi manusia yang benar-benar berbeda, bukan bentuk rupanya, tetapi amal sholehnya.

Dulu, waktu dia masih berjaya sebagai pejabat negara, juga saat masih sebagai pengusaha, sebelum jadi penguasa, ibadahnya itu kosong, bolong bolong. Jangankan sholat sunnah, sholat fardhu saja lebih banyak lupanya daripada ingatnya. Sholat kalau pas kumpul sama masyarakat saja, kalau pas ada kegiatan saja. Biar kelihatan alim, agar terlihat sebagai pejabat sholeh. Sholat jamaah dengan masyarakat. Imam ruku, dia ruku. Imam sujud, ikutan sujud. Imam salam, dia pun salam. Setelah itu pun selesai, tidak berbekas. Anggap saja ritual dinas, bukan ibadah.

Bahkan, suatu ketika, saat dia ta'ziah bersama rombongan ke kerabatnya yang meninggal. Semua sholat jenazah, dia pun ikut sholat jenazah. Takbir pertama, dia ikut takbir. Takbir kedua, jamaah yang lain takbir lalu bersedekap lagi, dia takbir lalu ruku. Dia lupa kalau sholat jenazah tidak pakai ruku.

Dan dulu, jangankan meluangkan waktu untuk menghapal atau membaca al Qur'an, untuk sekedar buka mushaf saja tidak ada waktu. Sibuk. Alasan sebenarnya juga, dia belum lancar baca al Qur'an, masih gagap, masih mengeja. Belajar iqro nya belum tuntas waktu masih sekolah dasar.

Sekarang, kerabat dan para sahabat patut berucap syukur Alhamdulillah. Dia yang dulu sering lupa sholat dan tidak juga bisa bacaan sholatnya, Insya Allah, sekarang sholatnya tidak tertinggal lagi, nggak bolong bolong lagi. Dan hampir selalu berjamaah di masjid. Bahkan untuk sholat maghrib, isya, dan subuh dia ditunjuk untuk berdiri paling depan. Hapalan surahnya sudah cukup untuk "modal" jadi imam.

Dan Alhamdulillah, bacaan Qur'annya pun sudah lancar. Setiap hari, sehabis sholat maghrib atau isya, minimal surah Yasin, al Waqiah, ar Rahman, dan al Mulk dibacanya. Saking sering dibaca, sebagian surah itu sudah hapal.

Dan pada sepertiga malam pun hampir tidak pernah tertinggal untuk bersujud, memperbanyak dzikir, bermunajat memohon ampunan. Karena pada saat itulah dia merasa bisa begitu dekat dengan Allah ilahi Robbi, Tuhan yang telah memberikannya begitu banyak nikmat dan karunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun