Mohon tunggu...
Awang Ibrahim
Awang Ibrahim Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Padang Panjang

Saya menyukai apa yang tidak saya benci

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam di Minangkabau

30 Mei 2020   12:15 Diperbarui: 1 Juni 2020   08:14 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

   Falsafah mereka "Alam takambang jadi guru", yaitu menjadikan Alam sebagai sarana pembelajaran untuk menetapkan aturan dalam kehidupan. Mereka yang terdahulu pasti mengerahkan segenap daya dan upaya untuk mencapai kebijaksanaan itu. Mereka telah berusaha semampu mereka dengan sebaik-baiknya. Namun yang membuat saya heran,kenapa generasi sesudahnya; yang sudah di datangkan hujjah dari yang menjadikan alam itu sendiri,mereka pura-pura tidak tahu. Padahal masih sama-sama memakai falsafah Alam takambang jadi guru,yang katanya;

Satitiak jadikan lauik/setetes jadikan laut
Sakapa jadikan gunuang/segenggam jadikan gunung
Maksud dari pepatah itu kalau yang saya tangkap, yaitu mengajak kita untuk berfikir atau berkreasi yang di mulai dari hal-hal kecil. Bahwasanya sesuatu yang kita lihat sederhana,bila di kaji lebih dalam jadilah dia tidak sesederhana yang terlihat.

   Berlandaskan itu saya ingin mengutarakan,pandangan saya pada satu pokok atau falsafah adat nan sabana adat yaitu; adaik aia mambasahi
Jika adat hanya mengenal sebatas "adat aie mambasahi/sifat air membasahi". Maka yang menciptakan alam itu sendiri memberikan lebih dari itu...

Dia beritahukan darimana datangnya air itu;
"Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya."(QS.Al Mu'minuun : 18)

Dan diberitahukan juga bagaimana air itu di turunkan sehingga berupa hujan;
"Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira."(QS.AR Rum : 48)

Dia beri tanda sebelum air itu di turunkan;
"Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih,"(QS.AL Furqan : 48)

   Dan dia hidupkan apa yang di kandung tanah sesudah matinya dengan air itu;
"Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur)."(QS.AR Rum : 19)

   Bukan hendak bermaksud,mengecilkan buah pikir dari leluhur saya sendiri.karena bagaimanapun dalam tubuh saya mengalir darah sikumbang dan panyalai,maka jadilah saya orang Minang. Sejujurnya saya baru saja di maki karena,berpendapat adat itu akan punah . Dan beliau yang memaki tidak terima,menurutnya adat ini adalah sesuatu yang berkekalan(tidak akan pernah habis) dengan berkebenaran terus menerus. Saya sepaham,karena adat nan sabana adat selama masih ada langit dan bumi akan tetap seperti itu. Akan tetapi adat yang saya maksud adalah adat dari selain adat nan sabana adat. Sebodoh-bodohnya orang,tidak mungkin akan mengatakan hukum alam akan musnah.karena yang terkandung dalam adat nan sabana adat adalah kebenaran hukum alam itu sendiri.

Adaik aie mambasahi
Adaik api mambaka
Adaik ombak bagalombang
Adaik sabuik tarapuang
Adaik batu tabanam

   Orang-orang terdahulu adalah orang-orang bijak. Tidak ada yang salah dengan mereka,mereka sudah melakukan yang terbaik. Namun menurut pendapat saya cara pandang mereka,tak lebih dari memaksimalkan fungsi panca indra yang mereka miliki. Saya benar-benar tidak tahu kalau ada penambahan dengan renungan-renungan atau olah fikir yang mendalam. Setahu dan sejauh yang saya dapati adat Minangkabau tidak ada bebicara tentang hal-hal kehidupan sesudah kematian yang berhubungan dengan dunia roh. 

   Ada satu kebiasaan dulu waktu saya masih kecil,setiap suku atau kaum ada pancoranya. Apabila ada salah seorang dari anggota keluarga yang sakit,di suruh mahedang(meletakan sesajian)di lokasi pancoran tersebut.tapi sekarang kebiasaan itu sudah di tinggalkan dan saya tidak tahu apakah itu bagian dari adat atau bukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun