Mohon tunggu...
Oka Sudiatmika
Oka Sudiatmika Mohon Tunggu... -

Pecinta berat Phineas and Ferb. Anti Naruto, anti kompromi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Freedom of Panorama: "Jepret" Gedung Bukan Pelanggaran Hak Cipta?

5 Oktober 2013   05:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:58 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini sengaja saya buat sebagai "selingan" terhadap banyaknya tulisan pesimis terkait kasus korupsi Ketua MK yang banyak beredar saat ini. Komentar dan koreksi saya terima

Freedom of Panorama (kebebasan "berpanorama" dalam terjemahan kasarnya, berasal dari istilah dalam bahasa Jerman Panoramafreiheit) adalah suatu kebijakan dalam undang-undang hak cipta dimana seseorang diberi kebebasan memperbanyak karya seni orang lain, terutama gedung, patung dan karya seni tiga dimensi, yang berlokasi di tempat umum, terbuka dan permanen, melalui karya potret atau karya lukis. Tidak seperti umumnya pasal biasanya dalam UU Hak Cipta dimana hak eksklusif diberikan kepada pencipta/pemilik hak cipta untuk memperbanyak karyanya, kebijakan Freedom of Panorama dalam UU Hak Cipta melindungi fotografer atau masyarakat umum yang memotret gedung/karya seni tersebut dari tuntutan hukum dari para pencipta karya seni tersebut.

Dalam arti sederhananya, memotret gedung/patung dan menyebarkan fotonya ke publik tanpa seizin arsitek gedung/pemahat patung, tidak merupakan tindakan pelanggaran hak cipta. Dan secara logika sebagian masyarakat, seseorang tidak bisa meniru ciri khas identik suatu arsitektur atau karya seni umum (terutama patung) hanya dengan mengambil foto. Tetapi kadang di beberapa negara mengambil foto gedung, dan menyebarkannya ke umum saja, sudah dicap melanggar hak cipta, terutama Perancis, Belgia, Italia dan yang terdekat, Filipina.

Sayangnya, tidak seperti Malaysia dan Singapura yang memiliki kebijakan Freedom of Panorama dalam undang-undang hak cipta mereka, tidak ada kebijakan Freedom of Panorama di Indonesia (UU Hak Cipta pasal 14 tidak menyebutkan pernyataan yang sejenis dengan Freedom of Panorama). Apalagi, banyak arsitek maupun fotografer tidak menyadari akan pentingnya Freedom of Panorama. Padahal keberadaan Freedom of Panorama sangat penting untuk membedakan antara seni fotografi dengan subyek gedung/seni pahat dan plagiarisme arsitektur atau seni pahat, untuk mencegah masyarakat biasa (yang tidak tahu apa-apa) diperkarakan oleh sang arsitek hanya karena masalah sepele, yaitu memotret gedung.

Sumber: fotorecht.de via Wikipedia, Wikimedia Commons dan UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun