Rasa yang tak pernah saya lupakan, bahkan calon penumpang di sana tak ingin menyaksikan drama itu. Geretan koper terdengar, pengecekan tiket, dan lambaian tangan telah mengudara.Â
Saya tahu bahwa saya akan kembali ke sini suatu saat nanti. Jadi, sampai jumpa Yogyakarta.Â
Kereta Berjalan
Pukul 21.00 WIB, Kertanegara mulai berangkat. Helaan napas yang cukup berat meninggalkan sejuta kenangan di sana. Saya sudah bilang, jika malam, perjalanan ini makin baper.Â
Ditambah, dengan hadiah sebuah album yang entah apa isinya. Saya buka perlahan sambil mengucap bismillah, semoga tidak jadi pusat perhatian kondektur atau petugas KAI.Â
Tidak ada selebgram yang sedang membuat konten, lalu saya tidak sengaja terekam lagi menangis. Halaman pertama sukses menarik bibir.Â
Senyuman haru yang tak bisa terdefinisikan. Niat betul sahabat saya ini mengobrak-abrik foto lawas, mencetaknya, dan menuliskan judul serta tanggalnya.Â
Tenang, tidak ada suara ribut anak kecil malam itu. Beginilah yang saya maksud perjalanan malam di kereta membuat orang makin baper.Â
Tiada pemandangan hijau yang bisa ditilik sebentar untuk mengalihkan kesedihan, hanya lampu kereta yang sebentar lagi akan mati.Â
Suara gesekan rel dan roda kereta tidak cukup jadi bahan backburner. Untung KAI tidak menambahkan lagu tergalau tahun ini di setiap gerbong.Â
Foto demi foto di album itu secara tak sengaja memutar kembali momen yang terjadi. Pertama bertemu, pertama liburan, pertama kuliah, pertama kelas, pertama perayaan ulang tahun, pertama bukber, ke pantai, makan, kepanitiaan, mencoba banyak kafe, sampai momen wisuda.Â