Perjalanan bersama kereta api Indonesia (KAI) selalu mengesankan. Pertama kali saya menggunakan transportasi ini saat pulang lebaran dari tanah rantau ke kota kelahiran.Â
Anehnya, saya langsung jatuh cinta pada kereta. Tenang, damai, nyaman. Begitulah kira-kira rasanya setiap pulang pergi dengan kereta.Â
Saking tenangnya, semua memori yang terjadi belakangan pasti terputar layaknya film jadul. Jika perjalanan malam makin baper, jika siang makin jadi podcast.Â
KAI jadi transportasi yang saya pilih dan akan selalu saya pilih di setiap perjalanan, kecuali ke luar pulau, ya. Definisi orang sudah jatuh cinta, ya mau ke mana pun pilihnya itu.
Ingat betul saat saya pulang ke Malang untuk terakhir kalinya. Dua minggu merasakan puasa di Yogyakarta, sisanya saya habiskan bersama keluarga sampai lebaran.Â
Momen itu jadi momen terakhir bersama para mahasiswa tersayang. Lucunya, saat perjalanan ke stasiun kami malah berputar-putar karena bingung cari parkir.Â
Sampai di Stasiun Tugu pintu timur, belum ada tangisan di 45 menit sebelum kereta datang. Saya masih asik berfoto, bahkan sempat-sempatnya membuat konten TikTok.Â
Entah belum ada rasa ingin menangis atau mencari-cari pelipur lara. Sampai saat 15 menit sebelum kereta datang, saya izin masuk kepada mereka. Jederrr, tangisan pecah dengan sebuah album dari sahabat tersayang.Â
Pelukan sampai pundak basah karena air mata masing-masing. Ternyata ini ya, arti dari peluk dan tangis di stasiun. Sebab, beberapa kali bolak-balik Yogyakarta-Malang, tidak ada yang spesial terjadi di stasiun.Â