Mohon tunggu...
Agustina Purwidyaningrum
Agustina Purwidyaningrum Mohon Tunggu... Petani - just ordinary mom with 2 daughter

Penyuluh Pertanian di Dinas TPHP Kab. Jember. Saat ini juga sedang menyelesaikan studi Magister Agribisnis Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Petani di Tengah Pandemi

26 Juni 2020   11:28 Diperbarui: 26 Juni 2020   11:37 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Beberapa waktu lalu, dunia maya dihebohkan dengan berita beberapa petani sayur yang membuang hasil panennya ke sungai. Sebagian dari mereka juga tampak membagi-bagikan sayuran mereka ke masyarakat pengguna jalan. Sebuah tindakan yang membuat kita berfikir, ada apa sebenarnya. padahal, di tengah pandemi seperti ini sedang digalakkan pola hidup sehat, yang diantaranya adalah dengan memperbanyak konsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur. 

Hal ini ternyata dipicu sebagai bentuk protes petani sayur tersebut akibat adanya lockdown. Seperti santer dikabarkan, bahwa beberapa pasar tradisional ditutup atau dikurangi masa beroperasionalnya, sehingga sayur para petani tidak terserap di pasar. Menurut mereka, pembatasan berkerumun, termasuk di pasar membuat mereka tidak bisa memasarkan sayur hasil panennya. Selain itu, beberapa daerah juga menutup jalan masuk sebagai akses mereka mendistribusikan hasil panennya ke kota, sebagai dampak PSBB di beberapa daerah. Alhasil, sayur mayur mereka menjadi rusak dan busuk sebelum sampai ke konsumen. 

Saluran Pemasaran yang terlalu panjang

Seperti yang jamak terjadi di negara kita, saluran pemasaran produk-produk pertanian harus melewati beberapa lini pemasaran, sehingga ketika sampai di tangan konsumen bahan pertanian tersebut sudah tidak fresh lagi. Petani biasanya menjual hasil panennya ke pengepul, dari pengepul ke pedagang besar, sebelum akhirnya didistribusikan ke pasar luar atau ke kota. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, ketika aktifitas masyarakat mulai terbatas, maka pergerakan produk hasil pertanian tersebut juga ikut menjadi lambat. Namun, ternyata juga ada orang-orang kreatif yang memanfaatkan situasi ini untuk menjemput bola. 

Penjualan secara online meningkat karena sebagian besar masyarakat harus stay at home. Demikian halnya dengan penjualan sayur ataupun produk pertanian lainnya. Namun hal ini hanya terbatas di kota kota besar saja, karena sebagian besar masyarakat yang melek teknologi juga terbatas. Bagaimana dengan masyarakat yang sebagian besar tinggal di pedesaan yang sangat sulit untuk bersentuhan dengan teknologi? bagaimana dengan para petani yang sebagian besar belum melek teknologi untuk memasarkan hasil panennya? 

Perubahan itu pasti. Siapa yang tidak bisa mengikuti perkembangan jaman, dia akan tersingkir. Selain mengikuti perkembangan teknologi, baik dalam hal budidaya maupun pemasaran, kasus-kasus seperti diatas juga seharusnya tidak terjadi jika petani kita dibekali dengan pengetahuan dan informasi mengenai teknologi pengolahan panen dan pasca panen yang dapat memperpanjang umur simpan produk sehingga tidak mudah rusak dan busuk. Produk-produk hasil pertanian bersifat mudah rusak. Sedangkan konsumen menghendaki produk hasil pertanian masih tetap segar ketika sampai di tangan mereka. Hal ini tentunya juga tantangan tersendiri untuk dapat menyampaikan informasi ataupun adopsi teknologi untuk para petani. 

Peran Pemerintah

Apakah pemerintah tinggal diam? Ternyata tidak. Mentri Pertanian RI menyatakan tetap optimis bahwa komoditas pertanian bisa tetap stabil (http://hortikultura.pertanian.go.id/ ). Pemerintah melalui Kementrian Pertanian juga membentuk Toko Tani Indonesia (TTI) untuk memasarkan hasil pertanian dari para petani di samping juga menggandeng para pelaku usaha/bisnis pertanian (start up) yang berbasis Teknologi Informas (IT). 

Memang belum merata di seluruh pelosok negri, namun usaha pemerintah juga telah nampak hasilnya di beberapa daerah. Dan bukan hal yang mustahil bahwa suatu saat nanti program pemerintah tersebut dapat diterapkan di semua wilayah di Indonesia. Selain itu, pemerintah daerah di beberapa wilayah juga nampak pasang badan bagi petani di daerahnya. Seperti yang dilakukan  pemprov jatim yang langsung merespon dengan berkoordinasi dengan  Asosiasi KBHI (Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia) Jatim. 

Pemprov Jatim melalui wagub menyatakan berkomitmen untuk membantu menyerap hasil panen petani sayur di Jawa Timur. Pemprov juga mengeluarkan surat edaran yang menjamin soal distribusi logistik di tengah PSBB tetap akan jalan. Nantinya dari KBHI juga akan membantu di pos check point agar memperlancar distribusi petani sayur ke daerah-daerah khususnya yang menerapkan PSBB. 

Seperti pernyataan bapak mentri pertanian yang optimis bahwa komoditas pertanian akan tetap stabil, maka begitupula dengan petani. Petani akan tetap menanam dan berproduksi ditengah pandemi. Anjuran untuk bergaya hidup sehat dan back to nature, harusnya menjadi peluang bahwa permintaan produk-produk pertanian kita akan terus meningkat. Tinggal bagaimana meyakinkan masyarakat untuk membeli dan mengkonsumsi buah dan sayur hasil dari petani kita sendiri. Semoga pandemi ini segera berakhir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun