Mohon tunggu...
Aufa Fuad
Aufa Fuad Mohon Tunggu... -

Terobsesi oleh sains, kuliah di Master of Nanoscale, Universite de Lyon, Prancis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urgensi Visi Riset Calon Presiden

29 Juni 2014   20:36 Diperbarui: 18 Oktober 2015   02:09 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum menikmati debat capres-cawapres tentang iptek nanti malam, saya kira akan lebih baik jika kita terlebih dahulu melihat iptek dari cara ia dilahirkan. Iptek dilahirkan dari embrio para ilmuwan dengan cara riset. Tidak mungkin berbicara kemajuan iptek tanpa membicarakan kemajuan riset. Sebuah quote dari Mark Zuckerberg,  “Masyarakat kita butuh pahlawan-pahlawan lagi, mereka adalah ilmuwan dan peneliti”

Riset yang termarjinalkan

Pemerintahan SBY pada tahun 2011 telah menyusun Masterplan Perencanaan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).Salah satu yang dicanangkan MP3EI adalah pemerintah akan menaikkan dana riset bertahap hingga sebesar 1% Produk Domestik Bruto (PDB)per 2014. Namun kenyataannya, hingga 2014 dana riil di lapangan tidak demikian. Hal ini terungkap pada diskusi Forum Rektor Indonesia (FRI) di Jakarta Senin (19/5). Melalui Lukman Hakim, Kepala LIPI, FRI menyatakan bahwa anggaran negara untuk riset hanya 0,08% PDB.

Dalam 10 tahun terakhir ini rasio anggaran untuk riset stagnan. Tidak ada kenaikan yang signifikan dari 0,08% PDB. Rasio ini terbilang kecil dibandingkan negara asia lain yang sudah diatas 1% PDB. Tiongkok telah berkomitmen untuk menaikkan anggaran untuk riset hingga sebesar 3% PDB. Tahun ini belanja Tiongkok untuk riset sebesar 1,9% PDB. Sementara India kini menganggarkan dana untuk riset sebesar  1,2% PDB dan akan menaikkan rasio itu terus hingga 2% PDB di 2020. Oleh karena itu Tiongkok dan India berhasil menjadi kiblat perkembangan ekonomi dan inovasi teknologi di Asia.

Tidak seperti Tiongkok dan India yang PDB-nya besar (sehingga 1,9% dan 1,2% PDB bernilai besar pula) PDB Indonesia terbilang kecil, sehingga angka 0,08% PDB nilainya hanya sekitar 5,5-6 triliun rupiah. Bandingkan dengan salah satu universitas yang terbilang “menengah” di AS, Yale University, yang dana risetnya  500 juta dollar atau sebesar 5,9 triliun rupiah (Yale Financial Report 2009-2010). Miris, dana riset negeri ini sebanding dengan dana riset Yale University. Akan lebih miris lagi jika kita bandingkan dengan Harvard University yang dana risetnya 796,6 juta dolar atau sebesar 9,5 triliun rupiah (Harvard Annual Financial Report 2013).

Setidaknya ada dua akibat dari riset yang masih menjadi isu marjinal; pertama, makin banyak ilmuwan handal yang merasa kebutuhan finansial dan hasrat menelitinya lebih bisa tercukupi diluar negeri sehingga memutuskan hijrah meninggalkan Indonesia. Kedua, peneliti yang masih di Indonesia enggan untuk benar-benar serius menekuni profesi marjinal ini sehingga berakibat mulai dari kurang efektifnya hasil riset sampai munculnya riset abal-abal dari segelintir oknum.

Visi riset

Di Indonesia setidaknya ada dua entitas pelaku riset; perguruan tinggi dan lembaga riset. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset Indonesia, tidak hanya pemerintah, elit perguruan tinggi dan lembaga riset juga harus berperan. Antara pendidikan tinggi dengan lembaga riset harus memiliki sinergi yang kuat. Dua entitas ini perlu duduk bersama menyusun kerjasama yang lebih riil. Seperti dengan menganjurkan SDM di perguruan tinggi bekerja di lembaga penelitian, begitu pula sebaliknya.

Bersamaan dengan itu pemerintah harus menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk “mengawinkan” dunia industri dengan dunia riset agar hasil riset tidak berhenti diatas kertas laporan. Pemerintah juga sebaiknya memberikan perhatian khusus dengan wujud perlakuan yang berbeda antara lembaga riset dengan kementrian lain dalam hal pengaturan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) agar tidak merepotkan lembaga penelitian. Dan yang paling penting adalah pemerintah perlu menaikkan rasio anggaran untuk riset. Target dana 1% PDB harus tercapai, akan lebih baik jika bisa diatas itu. “Saya mempercayai inovasi, dan cara untuk mendapatkan inovasi adalah mendanai riset”, kata Bill Gates.

Urgensi capres cawapres memiliki visi tentang riset adalah untuk menyelamatkan reserach environment di Inonesia. Dengan semakin baiknya research environment gairah tulus para peneliti akan makin menggebu sebab riset bukan lagi isu marjinal, sehingga besar kemungkinan riset akan menuju titik paling efektifnya. Manfaatnya memang tak bisa langsung dirasakan, karena riset bukanlah hal instan, namun dalam jangka panjang riset akan membantu negara lebih mandiri melalui penemuan baru dan inovasi. Memulai memajukan Indonesia, menurut hemat saya, adalah memulai kemandirian ekonomi dan inovasi teknologi. Sedangkan memulai kemandirian ekonomi dan inovasi teknologi adalah memulai menggiatkan riset.

Akhirnya saya berharap semoga debat nanti malam menjawab keraguan besar saya terhadap nasib riset Indonesia.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun