Jaminan sosial adalah pelaksanaan fungsi dari negara yang dijelaskan oleh Cheyne, O'Brein dan Belgrave (1998:176),  sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat untuk mendapatkan kebutuhan dasar yang layak (Asyhadie, 2007). Pelayanan jaminan sosial mencakup berbagai program yang berguna bagi warga sepanjang hidup mereka, memberikan perlindungan terhadap risiko dan ekonomi, seperti sakit, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan kehilangan pekerjaan.Â
Salah satu program krusial dalam pelayanan jaminan sosial untuk meningkatkan akses masyarakat Indonesia adalah Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Tanpa adanya BPJS, warga Indonesia mendapatkan konsekuensi serius yang dapat mempersulit mereka dalam mengakses pelayanan yang dibutuhkan, termasuk sanksi berupa teguran. Saat ini, pelayanan jaminan sosial telah beralih ke platform digital yang memungkinkan masyarakat untuk mengakses layanan melalui handphone secara praktis. Transisi dari pelayanan tatap muka menuju digital memerlukan waktu untuk beradaptasi, tetapi langkah ini merupakan strategi penting untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan aksesibilitas bagi warga Indonesia.
Layanan jaminan sosial kini dapat diakses melalui aplikasi Mobile JKN, yang tidak hanya mempermudah akses, tetapi juga menawarkan berbagai fitur seperti antrian online, pengaduan, konsultasi layanan, fitur I-Care JKN, pembayaran iuran bertahap, skrining riwayat kesehatan tahunan, dan layanan telekonsultasi. Transisi ini juga memberikan peluang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan jaminan sosial. Melalui sistem digital, data dan informasi dapat diatur dengan lebih efisien, mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyalahgunaan. Namun, tantangan seperti kebocoran data dan penyalahgunaan informasi sensitif tetap menjadi isu krusial yang harus diantisipasi dengan sistem keamanan yang kuat dan sanksi yang jelas dan akurat. Â
Teori jaminan sosial merupakan kajian menyeluruh yang meneliti cara sistem jaminan sosial direncanakan, dilaksanakan, dan dianalisis untuk melindungi individu serta masyarakat dari berbagai macam risiko ekonomi dan sosial. Ide ini berlandaskan pada prinsip solidaritas dan redistribusi, di mana sumber daya dikumpulkan melalui partisipasi individu dan kemudian didistribusikan kembali untuk memberikan perlindungan bagi mereka yang membutuhkan (Esping-Andersen, 1990). Tindakan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dari berbagai risiko seperti ketidakcukupan pendapat akibat penyakit, kehilangan pekerjaan atau pensiun, kesulitan akses pelayanan kesehatan, kurangnya dukungan keluarga, terutama untuk anak-anak dan orang-orang miskin  (ILO 2011b).Â
TRANSFORMASI DIGITALÂ
Transformasi digital merujuk pada penerapan teknologi digital untuk mengubah operasional dan pelayanan di berbagai bidang, termasuk sistem jaminan sosial, agar lebih efisien, cepat, dan terintegrasi. Proses ini tidak hanya mencakup penerapan teknologi terkini, tetapi juga melibatkan perubahan budaya, metode kerja, dan interaksi dengan konsumen atau masyarakat. Transformasi juga mendorong kolaborasi dengan orang-orang penting seperti pemerintah. Dengan demikian, transformasi digital tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi juga pada peningkatan pengalaman pengguna dan penguatan kepercayaan masyarakat terhadap jaminan sosial. Â Â
STUDI KASUS
Salah satu daerah yang cukup vokal dalam menyampaikan aspirasi mengenai digitalisasi jaminan sosial adalah Desa Tayem di Kabupaten Cilacap, hal tersebut dikarenakan perangkat desa setempat melakukan inovasi dalam mengembangkan sistem informasi jaminan sosial berbasis digital. Menurut artikel yang diunggah oleh PuskoMedia Indonesia, disebutkan bahwa digitalisasi layanan jaminan sosial di Desa Tayem memberikan berbagai peluang manfaat bagi perangkat desa. Pertama, sistem tersebut mendukung transparansi dalam pengelolaan jaminan sosial dengan merekam seluruh data. Data-data yang terekam dan tersimpan berupa data iuran, klaim masyarakat, dan segala pembayaran digital, seluruh data tersebut juga dapat diakses oleh pihak berwenang yang dapat mengurangi potensi penyalahgunaan data.
Keunggulan dari sistem digital tersebut kedua adalah dapat meningkatkan akuntabilitas, hal ini dikarenakan semua transaksi tercatat dengan lengkap dengan waktu dan identitas pengguna sebagai bukti pertanggungjawaban. Ketiga, proses administrasi seperti perhitungan iuran dan pengajuan klaim menjadi lebih cepat berkat otomatisasi yang memungkinkan perangkat desa lebih fokus pada pelayanan masyarakat. Keunggulan keempat yaitu sistem digital memudahkan akses informasi kapan saja dan di mana saja, hal ini berdampak pada kecepatan pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah terkait jaminan sosial. Warga Tayem merespon dengan positif karena menilai sistem digitalisasi akan membuat pengelolaan jaminan sosial lebih transparan, akuntabel, dan memudahkan administrasi.
Namun, upaya menuju transformasi digital di Desa Tayem juga tidak lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan perangkat desa. Dalam artikel terbitan 2025 itu disebutkan salah satu hambatan paling signifikan adalah rendahnya tingkat literasi digital. Literasi digital bukan sekedar keterampilan dalam memanfaatkan berbagai sumber digital secara efisien, tetapi juga mencakup pola pikir atau cara berpikir tertentu (Eshet, 2004). Disebutkan bahwa sebagian perangkat desa masih belum menguasai keterampilan dasar penggunaan komputer maupun navigasi internet yang menyebabkan kesulitan dalam mengoperasikan sistem digital yang dirancang untuk mendukung kinerja mereka. Selain itu, keterbatasan infrastruktur juga menjadi persoalan serius, seperti koneksi internet yang sering tidak stabil serta minimnya fasilitas perangkat seperti komputer atau laptop yang memadai, hal tersebut justru memperlambat proses adopsi jaminan sosial berbasis digital. Kondisi ini menuntut adanya program pendampingan, pelatihan rutin, serta peningkatan infrastruktur agar transformasi digital dapat berjalan optimal.Â