Kenakalan remaja di zaman milenial sangatlah mengkhawatirkan, dari pergaulan bebas, mengkosumsi obat-obat terlarang, hingga melakukan hal-hal negatif. Nasehat menjadi sampah bagi mereka, sedangkan kata-kata puitis penyemangat hidup, persahabatan hubungan utama di bandingkan dengan orang tua, kedisiplinan adalah kekerasan dalam jiwa, sedangkan semena-mena adalah kebebasan dalam berkreasi.
 Tidak mau bersusah paya dalam menggapai tujuan, maunya instan dalam menggapainya.Teguran hanyalah beban yang tak perlu di dengarkan, hanyalah kebebasan berbuat tanpa teguran yang diinginkan. Orang tua dijadikan sebagai badygard, ketika mendapatkan masalah kehidupan. Guru hanyalah penjual ilmu, yang harus selalu melayani mereka sebagai pembeli. Game menjadi kajian, yang menggembirakan sedangkan bacaan adalah tekanan yang membuat beban dalam kehidupan.
Pergaulan tanpa mengenal waktu dan tempat, sehingga membiasa remaja hidup dengan fullgar. Kesibukan dan susahnya mensejahterakan perekonomian keluarga memaksa orang tua, menyosongi sisi kebutuhan si anak.  Pergejolatan politik negeri pun mempengaruhi tatanan kehidupan remaja, dimana kepentingan politik  memaksa remaja menjadi korban keganasan kepentingan penguasa. Ironisnya lagi, dunia pendidikan tidak bisa berjalan single dalam mengarungi samudra kehidupan. Ia dijadikan kendaraan untuk memaksa tujuan, sehingga dunia pendidikan terbawa arus politik tanpa arah.
Berharap Keajaiban
Remaja yang memiliki ortu berkecukupan, segudang lapangan kerja telah disiapkan, tinggallah simiskin berharap ada keajaiban yang merubah nasib mereka, dalih-dalih membantu orang yang berpura-pura gila berharap itu dermawan yang mau memberikan modal buat buka usaha. Alhasil si dermawan rupanya orang gila gara-gara tidak kaya-kaya. Sehingga kata-kata mutiara " usaha tidak mengkhianati hasil" sudah tidak dipercayai dikalangan remaja, ilmu hanyalah sekeder nilai yang tertera dalam kertas putih yang tidak bisa dimanfaatkan melainkan sebagai bungkusan gorengan.
Keputus asaan acap kali mengarahkan mereka yang tidak memiliki modal, melakukan perbuatan di luar perkiraan. Karena susahnya mendapatkan kehidupan yang layak. Hidup yang normal adalah dapat makan sehari semalan tiga waktu, sedangkan down normal bersyukur sehari dapat makan, dan yang up normal mampu makan berkali-kali dalam sehari, hingga wajar makananlah yang menjadi taraf kesejahteraan bangsa ini. Sehingga kemiskinan di musuhi di negeri teramat kaya ini, dengan slogan "kemiskinan harus di berantas".
Allah Pengatur Skenario
Arus kehidupan tetap berjalan sesuai kehendak Allah, ia tidak bisa diatur oleh manusia. Sekaya apa pun seorang ayah tidak bisa membeli jiwa tegar untuk si anak yang  bermental  lemah, Jiwa yang kosong, kedisiplinan yang down, keilmuan yang rendah, dan budi pekerti yang bobrok. Allah telah mengatur Arus kehidupan di abad ini sangatlah deras, dunia informatika sangatlah bebas dan mudah di akses. Sedemikian Allah atur kehidupan di akhir zaman ini, tidaklah cukup harta dan tahta sebagai sampan dan kayuhan dalam mengarungi derasnya kehidupan yang maha dahsyat ini.
Sehingga jikalau mereka melawan skanario Allah maka, mau tidak mau generasi ini harus belajar ketika bekerja, membaca ketika bertindak serta membuka kamus ketika berbicara. Belajar berakhlak ketika berinteraksi, alhasil roda kehidupan ini macet mundur kebelakang. Betapa banyak kita lihat universitas-universitas meluluskan putra putri bangsa akan tetapi moral bangsa tambah hancur, lembaga-lembaga pendidikan selalu mengupgrade akreditasi tetapi mutu pendidikan tambah mundur, ditambah lagi masa pendami belum selesai, menggiring remaja menghabiskan waktunya dengan game online, di warkop-warkop dengan segelas kopi berjam-jam.
Lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas bobroknya tatanan kehidupan ini? Siapa yang harus peduli atas hancurnya anak-anak bangsa negeri ini? Ya...kita semua harus menanggung jawab, ketika Allah menanyakan pertanggung jawaban ini di akhirat nanti. Terutama orang tua, para pendidik serta alumara' pemilik kekuasaan dalam mengatur kebijakan-kebijakan negeri ini.Â
Hancurnya negeri ini, akibat kita tidak mempersiapkan remaja-remaja yang tanggung, kita meninggalkan mereka dalam kelemahan, bahkan kita lalai dan tidak peduli terhadap mereka. Kadang kala kita menutup mata atas kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat. Ketahuilah nantinya kehidupan ini merekalah yang akan memegang tatanan kehidupan.Â