Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguak Sertifikasi Karcis Seniman di Taman ISmail Marzuki

14 Oktober 2022   09:21 Diperbarui: 14 Oktober 2022   09:27 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Design asof12/ilustrasi

Seniman identik dengan kreatifitas. Dan untuk menuangkan atau mengekpresikan kreatifitasnya, para seniman  membutuhkan ruang-apresiasi, seperti ruang sangat terbatas (kertas), dan hingga keruang yang lebih luas. Sehingga status ruang pun menjadi suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia didunia, tak terkecuali manusia Indonesia.

Berbicara ruang, maka juga akan berbicara tentang waktu didalamnya. Inheren. Karena setiap struktur ruang-bangunan tidaklah berdiri dengan sendirinya, melainkan disana sebelumnya telah ada suatu gagasan atau pemikiran, dan juga pendanaan untuk mewujudkannya (waktu). "Ruang dan waktu adalah bingkai kehidupan, didalamnya segala realitas kita hadapi, "demikian tulis Ernest Cassirer, dalam sebuah bukunya yang berjudul,  "Essay On Man".

RUANG INVESTASI

Ruang itu memiliki makna tersendiri. Ruang dapat dipersepsikan secara ideal-materialis dan sekaligus juga ideal-spirirualis, serta ideal-estetis. Dalam pandangan kaum kapitalis dan oligarkis idealnya ialah mampu memberikan pencerahan secara material. Material oriented.  Setiap jengkal tanah (ruang)  dan setiap menit dan jamnya (waktu) harus mampu dikonversi menjadi uang. "Time ia money, " demikian mereka mendengungkan suaranya keruang publik. Dalam pandangan mereka (kaum kapitalis dan oligarkis), tak ada ruang estetis gratis dan ruang spiritualis-religiusitas diruang publik. Ruang ruang itu hanya boleh bersemayam diruang privasi, masjid,gereja, dan seterusnya.

Ruang seni budaya Taman Ismail Marzuki, sebagai salah satu ruang kebudayaan di Indonesia, menarik simpatik banyak publik. Tidak hanya warga masyarakat umum, seniman dan  budayawan, akan tetapi juga pemerintah daerah dan anggota dewan provinsi DKI Jakarta, termasuk didalamnya para investor (lembaga badan usaha). Para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta, telah mengetuk senilai 84 trilyun lebih untuk pembangunan. Dan anggaran senilai 1,4 trilyun ialah untuk revitalisasi Taman Ismail Marzuki di Cikini, Jakarta pusat. Namun sekitar 200 milyar tak terpakai, lantaran menerima aspirasi para seniman untuk tidak membangun hotel didalam ruang seni dan budaya tersebut.

Revitalisasi adalah suatu investasi Pemprov DKI Jakarta untuk mendapatkan nilai pertambahan ekonomi bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Jakarta. Dalam revitalisasi Taman Ismail Marzuki itu pihak pemerintah daerah menggandeng Badan Usaha Milik Daerah, JakPro (Jakarta Propertindo), yang sebelumnya dikenal sebagai Lembaga Badan Pengendali Lingkungan (BPL) DKI Jakarta. Sebagaimana diketahui, JakPro tidak lagi hanya bergerak dibidang properti, melainkan juga sudah meluas kepada pembangunan infrastruktur. Di era kepemimpinan Jokowi-Ahok, JakPro pernah menjadi mitranya untuk pembangunan LRT. Dan dimasa kepemimpinan Anies Baswedan, JakPro digandeng untuk pembangunan JIS, FORMULA E, dan termasuk Revitalisasi Taman Ismail Marzuki.

Menurut sejumlah kawan penggiat seni pertunjukkan, teater, bahwa pertunjukkan Festival Teater Anak dan Festival Teater Jakarta, berhasil menyedot perhatian publik. Dan karcis pertunjukkan pun banyak laku terjual, meskipun dimasa proses pemilihan covid19. Memanglah, revitalisasi Taman Ismail Marzuki, telah mampu menyedot perhatian publik Jakarta dan luar Jakarta. Bahkan salah seorang diantara pengunjung TIM dari luar daerah (Jawa barat) mengapresiasi sejumlah tata ruang Taman Ismail Marzuki, terutama ruang pada perpustakaan di PDS HB Yassin. Dirinya merasa nyaman dan betah. Dan dirinya sudah beberapa kali keruang perpustakaan HB Yassin.

Sebagaimana dipahami, bahwa tak ada ruang hampa dan kosong. Disamping ada suara optimis dan keberhasilan didalam ruang tersebut. Terdengar pula suara sayup sayup didalam ruangan itu, terkait dengan besaran harga parkiran kendaraan. Beberapa seniman merasakan keberatannya atas harga parkir kendaraan didalam TIM, yang perjam dihargakan lima ribu rupiah. Dan peristiwa itu, pernah diungkapkan oleh salah seorang seniman berinisial SW, yang terpaksa mengeluarkan koceknya dari kantong sebesar dua puluh lima ribu rupiah untuk dapat keluar dari ruang parkiran kendaraannya dari Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta pusat.

Mereka merasa keberatan, lantaran kehadirannya di TIM itu untuk memberitakan apresiasi diruang seni (mengisi acara Senja Berpuisi) tanpa diberikan honor. Kehadiran mereka pure untuk mengapresiasi ruang seni, dan bukan untuk mencari profit oriented.

Fenomena harga karcis itu pun sempat mendapat tanggapan beragam. Ada yang prihatin dan berempati dan ada pula menganggapnya hal yang biasa. Bahkan ada yang mengungkapkan kegelisahannya terhadap perilaku, seniman yang meminta perlakuan khusus atau istimewa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun