Di tengah semaraknya Serbelawan menyambut HUT ke-80 Republik Indonesia, ada bisik-bisik aneh yang beredar dari warung kopi hingga lapangan kelurahan. "HUT RI ke-80 ini penuh semangat yang berubah, loh!" Begitu katanya. Bukan semangat yang membara melawan penjajah, tapi semangat yang lebih personal, lebih heroik, dan lebih... lucu. Semangat seorang pejuang kemerdekaan level lokal, yang kali ini bukan melawan senjata, tapi melawan strategi, kartu, dan buah catur.
Semangat yang pertama datang dari arena lomba 17-an. Di sana, semangat itu berubah dari otot ke otak. Ada lomba dam batu, di mana setiap langkah menjadi perdebatan sengit dengan wasit dadakan. Lomba ini bukan lagi sekadar permainan, tapi pertunjukan drama kolosal dengan satu tujuan: menjebak lawan. Lalu, ada kartu truf gembira, yang entah bagaimana berubah menjadi arena perang psikologis di mana senyum paling manis bisa menyembunyikan kartu paling menipu. Dan yang paling serius, catur, yang dimainkan dengan ketenangan seorang jenderal perang, tapi diiringi teriakan penonton yang lebih heboh daripada komentator sepak bola. Semangat ini membuktikan bahwa juang 1945 tidak pernah mati, ia hanya bertransformasi menjadi semangat mengejar kemenangan di atas papan dan meja.
Semangat HUT RI ke-80 ini tidak hanya soal fisik. Ada juga semangat yang lebih filosofis. Di usia 80 tahun, Indonesia sudah seperti seorang kakek bijaksana yang masih suka mengeluh soal rematik dan asam uratnya. Namun, semangat yang berubah di sini adalah kita tidak lagi mengeluh, tapi beradaptasi. Semangat itu ada saat kita menghadapi macet dengan sabar, atau saat sinyal internet hilang timbul dengan tawa, karena kita tahu, perjuangan kecil ini adalah bagian dari petualangan sebuah bangsa yang terus tumbuh.
Di Serbelawan, semangat itu juga terasa di jalanan. Pengendara motor kini memiliki semangat seorang jagoan off-road dadakan, menari-nari di antara lubang yang seolah sengaja dibuat sebagai rintangan. Ini adalah balap karung versi modern, di mana pemenangnya adalah mereka yang paling ahli menghindar. Kemudian, para pedagang yang berjualan semrawut adalah seni instalasi dadakan yang harus kita lewati dengan sabar, membuktikan bahwa kemerdekaan juga berarti kebebasan untuk berjualan di mana saja, walau sedikit merepotkan.
Semangatnya juga terasa saat kita berkunjung ke pajak baru yang masih kumuh. Di sana, kita akan merasakan sensasi petualangan nyata, di mana setiap langkah adalah perjuangan melawan genangan air dan tumpukan sampah yang belum terangkut. Ini adalah pengingat bahwa kemerdekaan bukan hanya soal bendera yang berkibar, tetapi juga soal tanggung jawab untuk menjaga kebersihan. Tidak hanya itu, tribun lapangan bola yang sudah reyot dan berkarat seolah menjadi monumen sejarah yang menguji nyali. Duduk di sana bukan lagi sekadar menonton pertandingan, tapi sebuah 'tugas negara' yang menguji seberapa kuat semangat kita bertahan di atas bangku yang bergoyang. Dan malam hari? Tanpa lampu jalan yang terpasang, Serbelawan kembali ke masa lalu. Para warga jadi ahli survival dan punya indra keenam untuk menghindari selokan di kegelapan. Jangan lupakan juga banjir yang datang sesekali, seolah ingin mengingatkan bahwa perjuangan belum usai, dan kita harus selalu siap 'berenang' demi merayakan kemerdekaan.
Pada akhirnya, "semangat berubah" HUT RI ke-80 di Serbelawan ini bukan tanda kelemahan, melainkan bukti cinta. Semangat ini adalah tanda bahwa kita benar-benar terlibat, sepenuh hati, dalam merayakan kemerdekaan. Ini adalah semangat untuk berproses, semangat untuk kebersamaan, dan semangat untuk sebuah perayaan yang meriah. Dan seperti yang kita tahu, setiap semangat yang kita rasakan demi sesuatu yang kita cintai, pada akhirnya akan berubah menjadi kenangan manis yang tak terlupakan. Dirgahayu RI ke-80, semoga semangatnya terus membara dan kebahagiaannya tak pernah lekang!
Horas Hubanta Haganupan.
Horas ...Horas ... Horas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI