Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kearifan Tradisional: Sumber, Kemasan, Tantangan

6 Juli 2012   07:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:15 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bicara perihal Kearifan tradisional kita bicara soal perilaku, nilai, moralitas dan adat. Menyorot kata kearifan cenderung melihat soal perilaku, nilai, danmoral mungkin menyangkut agama, adat istiadat, bahkan mungkin teknologi (pertanian). Menyorot kata tradisional cenderung melihat soal sejarah, sumber, pendukung bangsa, perkembangan budaya, dan tantangan zaman. Lalu kita bertanya : harus sejauh mana kearifan itu kita aplikasikan sekarang.?

Dalam pemikiran ini sebaiknya kita hindarkan pernyataan dan kesaksian iman, sementara kaitannya dengan agama sebatas sebagai subyek pelaku/pemeran perilaku dan bukan dasar imannya.

Kemasan.Kearifan Tradisional disampaikan dalam kemasan budaya berupa karya sastra, dongeng, tembang, kidung, sanjak syair. peribahasa, pemeo., bahkan sepotong kalimat pendek, yang disampaikan dari mulut kemulut. Istilah bahasa Jawa : Gethok tular. Timbal-tumimbal. Estafet. Estafet yang melampaui generasi inilah yang memunculkan kata “tradisi”. Tradisi artinya “penyerahan”, “pelimpahan”.(Bhs Latin “tradere”, bentuk gerundivum traditum menjadi traditio- tradition).

Inti Kearifan tradisional adalah nilai-nilai maka bisa saja sifatnya :

·Kearifan itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia.

·Kearifan tradisional memiliki sifat normatif, mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga arif itu sebagai nilai yang memiliki sifat ideal (das sollen).

·Kearifan itu berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai.

Mengapa ada “Kearifan-tradisional” ? Apakah tidak lebih baik kearfan kontemporer ?

Ada banyak jawaban yang bisa dikemukakan yang berlaku relative saja, satu persatu atau akumulatip/serempak berlaku. Antara lain:

·Nilai yang tersurat memang nilai luhur yang universal

·Nilai dalam rumusan dari seorang ber”kelebihan”,pujangga, raja, orang arif bijaksana,dsb

·Nilai yang kebenaran, manfaat dsb, sudah teruji oleh generasi terdahulu

·Nilai yang ternyata masih relevan untuk saat belakangan

·Nilai yang sulit didapat spontan oleh orang zaman belakangan karena disibukkan oleh kerepotan zaman belakangan.

·Nilai yang perlu dilontarkan disosialisasikan karena kebiasaan zaman ini dianggap menyimpang dari paradigma sebelumnya.

Nah pemikiran-pemikiran ini mungkin mengarahkan kepada jawaban atas pertanyaan pokok dimuka : Harus sejauh mana kearifan tradisional sebaiknya di aplikasikan.?Tentulah tergantung dari penerima penyerahan itu, bagaimana menilai terhadap relevansinya dengan kebutuhan dan tuntutan tatanan yang diperlukan. Sebagai bahan refleksi dan atau Cermin tentu sangat bagus.

Nilai tradisional ditolak oleh suatu penerus, yang kemudian banyak “merubah dunia” adalah Tradisi dan Kuasa Mengajar Gereja Katholik yang ditolak Martin Luther diakhir abat pertengahan, yang memunculkan Gereja Kristen Protestan.

Dibelakangnya juga ada pengaruh tradisi adalah terjadi di Rt dusun saya adanya arus “tahlil” dan arus “tadarus”. Kendati ada paradigma bahwa semua yang tidak ada tuntunannya dalam Al Quran dan Hadits itu jangan dilakukan, namun tradisi sangat mempengaruhi pertimbangan saudara-saudara di Rt saya itu.

Sebaiknya kita menikmati tulisan rekan kita Ibu Arimbi Bimoseno ini saja :

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/07/02/nrimo-ing-pandum-rahasia-kearifan-jawa/

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/07/04/menang-tanpa-ngasorake-unggul-tanpa-mengalahkan/

Salam santai filsafat awam ini dari saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun