Banjir datang lagi….Di sini:Rekan Omjay berkisah tentang kesadaran akan tugasnya, menghadapiproblem kemacetan dan banjir Jakarta lalu menutup dengan : “Bagaimana dengan anda ? Salam Blogger Persahabatan. Omjay.”Sapaan yang menggelitik diri saya untuk ikut menulis tentang banjir.
Sementara itu di sini: Rekan Zulfikar Akbar mengungkap sisi lain…Dan saya tulis komentar disana: “16 January 2014 08:12:13Selain hal yang aktual, Sisi lain Banjir Jakarta dikupas disini mengundang kecerdasan, kearifan, kebijaksanaan dan kecepatan bertindak dari semua pihak yang terkait atau semua pihak siapapun yang bisa dan mau menyikapi. Selain banyak hal saling terkait tetapi utamanya disana itu manusia dengan segala jenis perbedaan. Bila Rekan Muhammad Armand melontar komentar “Sungai Jakarta”, saya ingin berucap : “Lautan manusia” sedang diaduk.Semoga diberi ketahanan iman dan badan.”
Dan di sini: Rekan Pecel Tempe membahas sisi politis dari banjir menulis a.l. : “Suara publik yang terekam di media sosial terkait banjir Jakarta ini memang terbelah dua kelompok. Ada yang memaklumi kondisi Jakarta yang banjir namun tidak sedikit yang bersuara kritis terkait banjir Jakarta, apalagi bila dikaitkan dengan mencuatnya nama Jokowi di sejumlah lembaga riset politik.”
Kejutan menyusul : Banjir Menado.Peristiwa Rabo tanggal 15 Januari 14, ini baru menjadi berita bagi kita yang diluar Menado. Nampak dalam tayangan kedahyatannya hamper seperti peristiwa tsunami Aceh, ada beberapa kurban jiwa, dan ribuan rumah hanyut berantakan. Dan tentu kerugian tak “terhitung” dalam 5-7 kecamatan dari 12 kecamatan kota. Tinjauan teknis pasti masih jauh dari pembahasan dan kalkulasi, sementara kurban manusia baru sampai dipantauan pemerintah dan penanganan darurat korban bencana.
Sudah lama rasanya memang terjadi perubahan dan gejolak alam serta cuaca dibumi kita ini. Maka musim hujan yang datangnyapun tidak menentu disetiap kawasan negri ini, mencapai puncak curah hujan di bulan ini. Ramalan cuaca sudah diumumkan, tetapi lebih terrasa lagi karena banjir telah dirasakan dimana mana.
Teringat istilah zaman "Pembangunan Fisik Orde Baru" tempoh hari ada kata "Wajah Desa" , "wajah kota", dihimbau kepada warga untuk perhatian pada keindahan dan kebersihan lingkungan lebih-lebih tempat2 yang bisa dilihat tamu dari luar termasuk para yuri lomba desa...."perhatian khusus pada wajah kota/desa". Jakarta yang macet dan kini dilanda banjir adalah wajah negeri.... Menghadapi banjir seperti ini tentu tidak sekedar termotivasi dengan slogan “wajah kota/desa”. Tetapi harus ditinjau secara serius, menyeluruh dengan segala yang terkait terlebih yang menyangkut kemanusiaan. Dan segi-segi kemanusiaan itu ditunjang dengan perhitungan sagalanya yang bisa terukur dan terhitung pasti.
Tanpa mempunyai gambaran yang pasti mengenai peta dan tata letak serta kelola kota saya tidak dapat berkomentar tentang bagaimana bisa terjadi banjir bandang di Menado. Sementara saya masih bisa membayangkan bagaimana kondisi meluapnya air laut pasang di kawasan Tanjung Priok Jakarta dan disekitar Tanjung Emas Semarang.
Berbicara tentang pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman harus mengingat kedisiplinan akan perhitungan kapasitas, potensi dan fasilitas yang tersedia oleh lingkungan. Terjadinya kecerobohan masalah kapasitas dan kondisi lingkungan alam akan mengakibatkan repot dibelakang hari. Kota kota yang sedang berkembang hendaknya bisa belajar dari Jakarta dan dari peristiwa Banjir bandang di Menado. Problema, solusi, dan tatakelola berkesinambungannya disertai kebijakan “blusukan” Gubernur DKI menjadi pembelajaran yang cukup berharga dan mahal untuk pemerintah maupun warganya bagi kota-kota yang masih mau dikembangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H