Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia Pendoa di Batas-Batas Kehidupan

29 Juni 2022   09:04 Diperbarui: 29 Juni 2022   10:33 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Religiositas Bangsa ! Setelah menulis tentang Kehidupan dimana terisi oleh manusia, dengan visi, humor, cinta, ketidaktahuan, pencerahan, kebahagiaan, kebijaksanaan, sebagai warga NKRI yang berbangsa berPancasila, ingin saya mengajak merenungkan tentang  Religiositas Bangsa, dan bagaimana dalam hidup keseharian kita menyadari menghayati sebagai bangsa yang berreligi, atau religius itu.(?)  

Sesuai judul sekurangnya saya masih harus tulis disini tentang manusia, batas dan kehidupan. Sudah beberapa tulisan sebelum ini saya menulis dengan judul kehidupan. Saya suka itu sebab dengan begitu saya mengajak memandang kehidupan nyata. Saya berharap tulisan saya mulai dengan kenyataan sehari hari yang nyata dan pragmatis. Saya tidak ingin dan sedapat mungkin menghindari tulisan yang teoretis.

Tentang manusia saya ingin menulis tentang "kita", bahkan dalam kebersamaan, bukan someone anywhere, tetapi kita yang sedang menyadari berakal budi, berkehendak bebas, berkebersamaan, beriman, dan orang masa kini yang mau maju. Saya penulis dan anda Pembaca,yang saya hormati. Orang Afrika ada yang bilang: Obonato, Saya ada karena ada kita.

Sementara dua kata "batas", itu dapat diletakkan pada 'manusia' dan pada 'kehidupan'. Keterbatasan sangat disadari manusia dalam segala hal, kemampuan pribadinya, dan pada kepemilikannya. Padahal kita ingin maju lebih maju lagi. Maka permasalahannya adalah apa dan siapa manusia religius di batas kehidupan itu (?).

Belum lama ini di Kompasiana tertayang artikel tentang Dekadensi moral dan agama dampak dari Pandemi dan kemajuan teknologi informasi. Saya lupa mengambil catatan linknya. Tetapi kesan yang masih terbawa adalah bahwa korban utama adalah kaum remaja. Dan disana juga dipaparkan semacam perkembangan dan dinamika agama dalam sejarah.

Perkembangan dan dinamika manusia dalam menyejarah (hidup bersejarah) berubah ubah dan diukur oleh batasan-batasan waktu. Perilaku dibeda-bedakan nilainya pada ukurannya pada batasan kelompok-kelompok tempat. Itulah batas-batas manusia dan kehidupannya.

Secara global kita bicara Religiositas bangsa, yang pada permenungan ini dapatlah kita dengan mudah mengambil dahulu makna 'Kita Manusia pendoa'. Masih setia terlebih dahulu melihat sajian di Kompasiana, tentang perilaku manusia yang diukur dan dibedakan dalam jenjangnya saya baca tulisan rekan Kompasianer Adi SuhenraSigiro yang menulis ini:

Level doa yang pertama: berdoa untuk masalah dan pergumulan diri sendiri (Kis. 4:29a)......Level doa yang kedua, Roh Kudus menuntun kita berdoa supaya Tuhan memakai kita memberitakan Injil (Fokusnya pertolongan Tuhan bagi kita demi kepentingan orang lain) (Kis. 4:29b)........Level doa yang ketiga, Roh Kudus mengingatkan kita berdoa meminta Tuhan mendemonstrasikan kuasa dan mujizat-Nya (Kis. 4:30). Baca di sini.

Dalam tulisan ini disebut batasan jenjang doa sesuai dengan tujuan atau maksud atau harapan orang dalam doa. Tetapi juga menyebut tentang Roh Kudus,yang tidak jelas bagi semua pembaca selain sebutan "Tuhan". Saya memahami sederhananya jenjang ketiga itu, pendoa berdoa mohon "Campur tangan Tuhan dalam Kehidupan."  Hal itu merupakan kebutuhan yang mungkin diluar kesadaran manusia pada kesehariannya. Maka saya perlu mempelajari tentang kesadaran manusia terhadap kehadiran Tuhan.

Munusia : Sosok yang menghayati menyadari sebagai insan berakal budi, beriman, berkehendak bebas, cenderung sosial, tetapi maunya bebas merdeka dan dengan demikian merasa bisa berkembang, berbuat leluasa untuk hidup seterusnya. Setiap manusia itu sepertinya 'tercetak' untuk menghadirkan kebaikan, sayang ada saja 'salah cetak'.

Kompasianer Indrian Safka Fauzi menulis : Menurut Richard Barret ada 7 Level Kesadaran Manusia yang bisa diakses di website www.barrettacademy.com. Yang mana Teori Kesadaran ini merupakan ekspansi dari Teori Hierarkis Kebutuhan dari Abraham Maslow. (Baca di sini)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun