Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rasa Tanggung Jawab dan Keterpanggilan

21 Mei 2020   18:46 Diperbarui: 22 Mei 2020   11:06 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam hidup keseharian diperkotaan kita mengenal beberapa teknisi panggilan, untuk perbaikan TV, mesin cuci, AC, dan sebagainya. Di pedesaan biasa ada tukang pijat urut, tenaga penolong kelahiran (bidan) panggilan. 

Ada istilah panggilan. Ada yang dipanggil dan ada yang memanggil. Siapa yang terpanggil itu akan merasa wajib mengikuti panggilan yang diterima dengan sukarela atau dengan imbalan yang masih dijanjikan. Sebab imbalan baru diterima nanti setelah terpanggil bertemu dengan pemanggil.

Dari kasus peristiwa ini kita yakini ada perasaan tertentu pada yang terpanggil, apakah itu harapan, niat kerja, siap membuat tindakan sesuai pesanan, siap menggunakan kemampuannya, mungkin sambil promosi, dengan rasa bangga boleh memamerkan kebolehannya.

Dalam hidup sehari hari kita semua terlibat pada kasus keluarga, sebagai anak, sebagai suami, sebagai isteri. Apa yang pada suatu tertentu kita bicara hal hak dan kewajiban, disitu dalam "keluarga" itu kita pada saat yang sama bisa bicara tentang tindakan sebagai tanggung jawab dalam keluarga. 

Sebagai anak merasakan bagaimana tindakan yang penuh tanggung jawab dari status orang tua sebagai ayah dan/atau ibu. Tindakan yang mungkin mengharukan, bisa sekaligus merupakan tindakan pengorbanan yang tidak tertulis dicatat dibuku manapun.

Kewajiban tanggung jawab seperti dirupakan oleh status suami isteri terhadap anak, didasari oleh rasa cinta kasih pada anak sekaligus hargai pada relasi suami isteri dalam saling mengisi, akan merupakan kewajiban status yang menggembirakan atau memberi kebahagiaan tertentu. 

Maka saya ingin menegaskan bahwa pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab yang dilaksanakan atas landasan cinta kasih akan menggembirakan dan mungkin memberi semangat serta kebahagiaan tersendiri.

Selanjutnya saya ingin memberi kesaksian tentang panggilan. Entah atas dasar budaya yang terbawa dari mancanegara, entah memang karena keimanan dilingkungan keluarga kami, dan banyak keluarga lain yang saya kenal, bahwa "profesi" itu adalah panggilan. "Panggilan" dari sisi iman adalah Kehendak Tuhan bahwa seseorang itu mampu dan memang pas untuk berprofesi tertentu. 

Dalam kosakata barat banyak diungkapkan bahwa bakat, kemampuan, talenta seseorang yang membawa pada profesi yang pas dikatakan itulah panggilan bagi orang itu. 

Tetapi lebih khusus tradisi di banyak keluarga kristiani mengatakan panggilan adalah "memilih dan terpilih"nya  seseorang pada status sebagai imam-biarawan-biarawati,atau berkeluarga.. Status pilihan itu bisa terjadi hanya karena Panggilan, Kehendak Tuhan. Tuhanlah yang memilih. (Mt.22,14. Yoh.16-19)

Keimanan terkait dengan panggilan, profesi dan status tidak monopoli kaluarga kami atau keluarga kristiani terbukti dari kutipan saya ini : "Saya masuk ke dunia politik dan pemerintahan awalnya tanpa rencana. Maju menjadi walikota karena dorongan dari teman-teman di organisasi. Anehnya, semakin saya menghindari dan menolak jalan itu, semakin mudah jalan terhampar didepan mata. Saya artikan itu, Allah memang menginginkan saya terjun kedalamnya," (dari Al.Endah,Jokowi,Menuju Cahaya, Hal.57). Pengakuan seorang Jokowi. Siapa tidak mengenalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun