Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekularisme dalam Renungan

20 Februari 2018   10:46 Diperbarui: 20 Februari 2018   10:47 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini aku merenung dan berdoa pagi dalam ibadat di gerejaku diberi pesan-pesan tentang berdoa. Seperti biasa aku selalu ingin memperoleh terjemahan pesan ibadat itu kedalam bahasa Indonesia sehari-hari di kehidupan ini. Maka pesan-pesan itu harus kukunyah dan kubawa kedalam pemikiran dan atau kemudian tulisan misalnya tulisan ini.

Setelah kubaca beberapa catatan aku peroleh sebuah pemahaman sementara tentang Sekularisme menurut Fitriani Muniraa, (Kohati HMI Komisariat Hukum Unhas). Sekularisme adalah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi, badan atau negara harus berdiri terpisah dari agama. Memisahkan antara agama dengan kehidupan duniawi. Sementara yang menentang pandangan sekularisme beranggapan pemerintah atau negara sekular itu terlalu arogan dan justru tidak bisa memecahkan masalah hanya menambah masalah saja. Maka pemerintah yang lebih baik harus memakai etos keagamaan.  (https://hmikomhukumuh.wordpress.com. Sekularisme & Bentuk-bentuk Sekularisme di Indonesia. 17 Maret 2017).

Tetapi Fitriani Muniraa bijak menulis di kalimat terkutip terakhir : "memakai etos keagamaan" bukan negara agama.  Sebab bisa dibaca di lain tempat bahwa ternyata masyarakat Indonesia belum menjadi masyarakat sekuler, hal ini tercermin dengan semakin banyak catatan sejarah terkait konflik horizontal antar warga akibat konflik agama. Pemerintah kita mengakui agama, tetapi bukan negara agama apalagi memakai agama sebagai landasan hukum bernegara dan bermasyarakat. Agama tidak akan mati di Indonesia. Kita belum pernah mengalami fase sekularisasi murni. 

Sekularisasi terkesan terjadi akibat dari perubahan sosial masyarakat yang semakin rasional dan modern saja. Gambaran yang jelas bila kita sungguh menghayati event adat dan budaya yang menujukkan  masih ramainya praktik hidup beragama di Indonesia, rumah-rumah ibadah yang tak pernah sepi apalagi ditinggalkan. Entah bagaimana penilaian orang dalam pemerinytahan masih ada Departemen Agama. "Bercermin pada Turki, Bung Karno mengatakan Attaturk presiden Turki saat itu menghendaki Islam terbebas dari belenggu kekuasaan dan politik". 

Dia juga tak menghendaki negara masuk ke agama melalui aturan fatwa-fatwa ulama Islam yang membelenggu. Menurutnya, Islam perlu dibebaskan dari negara agar Islam menjadi kuat dan negara menjadi kuat dan merdeka secara kokoh. (Gloria Fransisca,29,06,2016 Youth Proactive/Perspektif /Apakah Indonesia Negara Sekuler?)

Sebagai seorang kristiani katholik Indonesia diingatkan pada pesan Mgr Soegijapranata SJ, bahwa "katholik 100% itu harus Indonesia 100%", maka hari ini renungan saya tentang doa sampai pada pertanyaan bagaimana tanggung jawab saya untuk melaksanakan itu dalam doa.

Saya bersyukur bahwa masih selalu mendengar kata2 "marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing. Saya masih seringkali mendengar kata2 "marilah kita panjatkan pujisyukur kepada Tuhan Allah karena oleh rahmatNya kita masih bisa berkumpul dsini dst"

Saya bersyukur karena saya dilahirkan dalam keluarga yang dianugerahi iman kepercayaan, dan dipanggil dalam kehidupan dinegeri Indonesia ini. Masih ada kesempatan untuk berdoa (sebelum didoakan didalam peti), mendapat kesempatan beribadat, mendengar dan mendapat binaan hidup beriman secukupnya.

Sebagai kaitannya dengan doa saya bersyukur di Indonesia ini masih bebas untuk mengembangkan kehidupan sesuai dengan tuntunan keagamaan yang saya anut dalam lindungan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mensejahterakan dan membahagiakan warganya.

Dengan sederetan kalimat diatas sebenarnya mau bersaksi bahwa saya bahagia ketika kita juga cerdas menangkap kenyataan dinegeri ini Negara yang menghargai agama tetapi bukan negara agama, sesuai panggilan Tuhan dijaman ini disini dari zaman ke zaman.

Sepanjang saya dapat belajar dari sejarah jatuh bangunnya bangsa didunia ini tetap saja tercermin Tuhan menciptakan manusia mulai dari dan dengan proses alami berkembang bersama dengan sesama. Bahkan dalam mengenal Sang Pencipta yang "katanya" Sangkan dan Paran semua ciptaan, itupun melalui kebersamaan dengan sesama. Berkali kali saya menulis tentang cinta kasih itupun manusia belajar dan diajar oleh manusia itu ibunya, ayahnya, saudaranya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun