Mohon tunggu...
Rafi  Assamar
Rafi Assamar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

I love mom

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Berdarah

10 Oktober 2020   09:58 Diperbarui: 10 Oktober 2020   10:04 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malu rasanya gelar itu disandangkan kepada seorang, yang tak tau tujuan dari pergerakannya. Kata "Maha" hanya bisa diperoleh. Jika ia telah menempuh pendidikan, ditingkat SD, SMP, SMA, lalu menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Baru lah kata "Maha" itu disematkan padanya. "Maha" mengandung makna begitu teramat, sangat mumpuni dalam hal keilmuan karena telah menempuh pendidikan cukup lama. Dan bukan mengandung arti sebaliknya.

Miris rasanya melihat seorang mahasiswa yang turun ke jalan. Tapi tak tau apa kelemahan, isi dari UU Omnibus Law itu. Hanya terbawa arus lalu berteriak bak pahlawan kesiangan. Tanpa sebelumnya, melakukan sebuah kajian mendalam tentang UU Omnibus Law tersebut. Mahasiswa seperti itu, adalah mahasiswa yang telah dikerkontrol jiwanya.

Pergerakannya merupakan sebuah pergerakan pesanan, bukan pergerakan yang didasarkan atas sebuah kajian mendalam, dan tak pantas dikatakan sebagai pahlawan perubahan. Seorang mahasiswa, seharusnya mampu berdiri di dua sisi. Memberikan sebuah ketenangan di akar rumput. Dan berdebat lah, di MK mengajukan uji materi (judicial riview) atas UU Omibus Law yang dianggap menyengsarakan rakyat tersebut. Itulah, mahasiswa yang sebenarnya, kaya dengan ilmu, bukan sebuah amarah yang menggebu.

Di negeri yang berideologi Pancasila. Dan menjunjung tinggi nilai demokrasi, dalam mengambil sebuah kebijakan publik. Tak sepantasnya pemerintah mengambil sebuah keputusan, di masa rakyat dalam keadaan bertahan hidup karena pendemi. Rakyat harus tau, rakyat harus mengerti, dan paham isi dari UU Omnibus Law tersebut. karena hanya rakyat lah yang pada akhirnya menjalankan aturan yang telah tertera dalam UU itu.

Ketidak trasparan itu lah, yang membuat rakyat merasa dipermainkan, oleh sebuah keputusan terselubung. Dan rakyat pantas marah dalam hal ini. Bentuk kemarahan yang tak lagi tertahankan berbondong-bondong  turun ke jalan, unjuk rasa di berbagai daerah tercipta. Mahasiswa, kaum buruh, bersama pelajar yang tak tau sebuah tuntutan. Berunjuk rasa menyampaikan sebuah aspirasi dengan nada tinggi. Berharap penguasa mau mempertimbangkannya lagi.

Tapi sangat nahas, aspirasi itu harus disertai perkelahian. Padahal di negeri yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. Unjuk rasa (Demo) merupakan sebuah simbol kebebasan berekspresi. Lantas mengapa harus terjadi seperti itu?

Sangat disayangkan tetesan darah dari rakyat harus tertumpah. Seolah negeri ini haus akan darah dari rakyatnya sendiri. Polisi dan mahasiswa keduanya sama rakyat Indonesia, tak semestinya darah suci itu menetes dari mereka. 

Penguasa yang kokoh  dengan sikapnya, meski  korban terus berjatuhan. Seolah enggan memberikan sebuah pemahaman. Yang jelas, satu nyawa yang tewas adalah tanggung jawab negara. Para mahasiswa yang dikabarkan hilang, segera kembalikan. Keluaga di rumah menanti mereka datang. Dan memang tak elok, kekuatan yang dimiliki penguasa, hanya digunakan untuk menghabisi rakyatnya sendiri.

Oleh karena itu, di situasi yang panas sekarang ini. Ada baiknya pemerintah selaku bapak, mau merangkul anaknya untuk duduk berdialog tentang perkara ini. Jangan sampai terjadi korban untuk kesekian kalinya.

Dan pihak yang memanfaatkan situasi ini, demi mencari muka di pilkada mendatang. Seolah berpihak kepada rakyat, padahal rakyat yang dimaksud adalah golongannya. Berhenti lah untuk berdrama, dan mulai lah ketuk hati nurani, bahwa nyawa jauh lebih berharga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun