Mohon tunggu...
ASRI S Gosora
ASRI S Gosora Mohon Tunggu... Penulis - Asri S Gosora
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Khairun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Apa Imperialisme

15 Maret 2021   23:48 Diperbarui: 16 Maret 2021   00:00 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi Indonesia, terus menjadi sasaran untuk dikuasai oleh kekuatan dari luar.

Nafsu untuk menguasai atau menjajah inilah wujud dari imperialisme.

Menurut Bung Karno, imperialisme adalah sebuah sistem yang menguasai ekonomi bangsa lain. Imperialisme tidak hanya dijalankan dengan senjata, tetapi juga dengan cara yang lebih halus.

Ada empat cara imperialisme menguasai satu bangsa :

Pertama, sistem imperialisme melakukan politik divide et impera, politik memecah belah. Verdeel en heers : Pecah belah dan Kuasai!

Dengan politik adu domba, satu negara dikuasai, dijajah. Pengalaman pahit akibat politik dari imperialisme tersebut sudah ratusan tahun dirasakan oleh Bangsa Indonesia.

Melalui media massa, politik adu domba dijalankan, dan di jaman liberal seperti sekarang ini media massa (sosial) telah menjadi alat utama untuk memecah belah bangsa Indonesia, merusak sendi-sendi kebangsaan.

Media (sosial) menjadi arena perang Bharatayudha, sesama anak bangsa saling memprovokasi, mencaci maki dan merendahkan, produksi isu melalui jaringan media sosial ini, berantai, beranak pinak, menciptakan suasana saling curiga, yang pada akhirnya merontokkan pondasi serta pilar Persatuan Nasional.

Kedua, membuat Indonesia menjadi bangsa terbelakang, terutama dalam hal pengetahuan dan kebudayaan.

Imperialisme menghancurkan nalar dan akal budi, menjadikan bangsa Indonesia jatuh menjadi bangsa barbar yang tidak beradab, dekadensi moral merajalela, sektarianisme menjadi aliran baru dalam berpolitik, saling serang secara subyektif membela kepentingan kelompok, tanpa memikirkan dampaknya terhadap masa depan bangsa dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun