Mohon tunggu...
Asrifah Ridhatulain H.S
Asrifah Ridhatulain H.S Mohon Tunggu... Lainnya - SOSIOLOGI

MAHASISWI UMM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kondisi Indonesia di Awal Tahun 2021

26 Januari 2021   12:30 Diperbarui: 26 Januari 2021   12:44 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Asrifah Ridhatulain H.S/Jurusan Sosiologi/Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/Universitas Muhammadiyah Malang

Beck (1998) merumuskan telah terjadinya pergeseran peradaban first modernity ke second modernity, yang mengakibatkan peningkatan risk society, yaitu adanya pergeseran masyarakat industri ke masyarakat modern akhir (late modern society). Pergeseran tersebut ditandai dengan pemahaman masyarakat tentang bencana, yaitu bencana yang disebabkan oleh kegiatan manusia yang tidak diperhitungkan dan diketahui dampak bencananya yang dapat memicu terjadinya krisis yang semakin besar. Menurut Giddens (1990) modernitas merupakan kultur berisiko; pada satu sisi mengurangi risiko suatu bidang dan kebutuhan tertentu hidup manusia, tetapi pada waktu bersamaan memunculkan bentuk risiko baru yang sebagian besar belum dikenal dalam masa sebelumnya.

Kajian tentang bencana dalam dekade terakhir menunjukkan terjadinya perubahan orientasi, yang semula lebih banyak membahas masalah teknis tentang kejadian yang memicu bencana dan penanganan korban bencana menjadi pendekatan yang menekankan pada pendekatan manusia dan masyarakat. Hal ini memunculkan usulan pengelolaan bencana dalam pengembangan masyarakat secara terpadu (Twig & Batt, 1998; Shaw & Okazaki, 2003). Maskrey (1989) juga menyatakan bahwa pengelolaan bencana seharusnya tidak diatasi dengan pendekatan fisik yang bersifat sesaat saja, tetapi dilakukan juga sesuai dengan kehidupan sosio-ekonomi masyarakat lokal yang rawan dan terkena dampak bencana yang dilakukan secara berkelanjutan.

Naasnya awal tahun ini menjadi tahun yang menyedihkan khususnya masyarakat Indonesia. Diawali oleh jatuhnya pesawat Sriwijaya 182 di pulau Laki kabupaten Kepulauan Seribu pada sabtu 09 januari lalu, hingga rentetan bencana yang terjadi setelahnya. Mulai dari banjir di kalimantan selatan, gempa bumi di Sulawesi Barat, longsor di Sumedang Jawa Barat hingga erupsinya gunung Merapi di Jawa Timur. Ini tentunya mengusik jiwa sosial kita melihat saudara-saudara kita yang terdampak bencana alam.

Sebagai makhluk sosial pada umumnya manusia selalu dibekali dengan sifat simpati maupun empati. Yang mana manusia mampu merasakan duka yang dialami oleh manusia lain sehingga hatinya tergerak untuk membantu meringankan beban orang lain, baik dari bentuk materi maupun non-materi. Selain itu, yang menjadi PR besar bagi masyarakat sosial ialah apa penyebab bencana silih berganti yang menghantui Negara Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai ini ? Boleh saja kita mengatakan bahwa jatuhnya pesawat SJ 182 itu sudah dalam garis takdir yang Maha Kuasa. Namun bagaimana dengan banjir di Kalimantan Selatan ? Apakabar Gempa Bumi 6,2 Skalariter yang menggoncangkan kota Mamuju dan Majene di Sulawesi Barat ? Hal ini mungkin akan merambat ke perbuatan manusia itu sendiri. Banjir yang diakibatkan saluran air yang terhalang sampah mungkin, atau gempa akibat lempengan bumi yang terus bergeser. Sehingga bencana dengan senang hati menghampiri kita semua.

Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu : (1) Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur tangan manusia. (2) Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia, dan (3) Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.

Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap dampak atau risiko bencana adalah “Kondisi atau karateristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu” (MPBI, 2004:5).

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain: a) penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; b) pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; c) penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; d) pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; e) penyiapan lokasi evakuasi; f) penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tentang tanggap darurat bencana; dan g) penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana (Rijanta, dkk. Modal Sosial dalam Manajemen Bencana. 2014).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun