Kepada siapa akan aku layangkan surat ini, sedangkan orang yang aku cintai tak ada lagi yang ada hanyalah rumah tua dan gundukan tanah beku di belakang rumah. Adakah dia tahu?Â
Bahwa aku berkabar lewat  goresan  kaku dan mati yang hanya mampu menghias kotak ajaib yang beberapa hari ini sedikit enggan aku pegang karena lelah yang tak bisa aku ceritakan, seperti tahun tahun yang lalu.Â
Walau kau tak menjawab seperti belasan tahun yang lalu namun setidaknya beban di pundak ku terasa berkurang. Kau tetap sahabat dalam ceritaku walau cerita itu tak mampu terurai lagi.
Assalamualaikum, Wr Wb
Papa, Mama, Uni, dan Uda
Tak banyak kata yang mampu aku uraikan, dengan apa harus aku katakan. Keadaan ini membuat aku terdiam tanpa mampu berbuat apa apa, kecuali mengkhatamkan Al-Quran. Semoga pahalanya mampu menjangkau kalian, orang orang yang mengajarkan aku tentang cinta dan ketulusan.
Ingin rasanya aku berlari dari keadaan yang menimpa ini, melanggar semua peraturan yang telah ditetapkan,  untuk dapat menemui gundukan tanah yang  telah dua tahun tak kutemui. Menembus rasa kerinduan untuk bersimpuh di pusara mu yang dingin dan membeku.
Di awal puasa hati pun terus merasa teriris, perih, tak mampu menjumpai dirimu walau hanya berupa gundukan tanah beku. Kapan kedukaan ini berlalu seiring senja menuju malam.
Apa yang akan aku perjelas tentang kampung halaman yang telah lama ditinggalkan, Â pulang yang kutemui gundukan tanah, bisa bercerita namun tak dijawab. Namun celoteh ini terus bergelayut manja, ingin segera bercerita padamu tentang kehidupan yang aku lalui sejak kepergian mu.
belasan tahun, kau pergi menjauh dari diri ini, meninggalkan orang orang yang kau cintai. kecintaan  kami tak begitu berarti dibanding kecintaan Allah padamu. Namun kepergian mu seperti baru kemarin sore hingga rindu ini kian melekat dalam jiwa.