Mohon tunggu...
Asmuddin
Asmuddin Mohon Tunggu... lainnya -

www.asmuddin.blogspot.com Belajar Menulis "Jika tidak bisa turun ke jalan, melawanlah dengan TULISAN"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyaksikan Ketimpangan dari Puncak Tinambung

3 Januari 2018   11:23 Diperbarui: 3 Januari 2018   16:48 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sunset di Puncak Tinambung Bissoloro (Foto Pribadi)


Bagi anda penggemar camping, salah satu destinasi wisata baru yang menarik untuk dijadikan lokasi camp  adalah "Puncak Tinambung" tepatnya di Desa Bissoloro Kec. Bungaya Kab. Gowa, kira-kira berjarak 25 KM dari pusat kota Sungguminasa dan sekitar 30 KM dari Kota Makassar, atau sekitar kurang lebih satu jam perjalanan dari Kota Makassar. Para penikmat camping akan sangat dimanjakan dengan suasana alam yang masih sangat asri.

Dari ketinggian sekitar 1.500 DPL, kita akan menikmati pemandangan yang sangat luar biasa, di depan mata terhampar puluhan hektar tanaman jagung petani di tengah rimbunnya pohon pinus yang menjulang tinggi (wilayah ini juga beririsan dengan Taman Suaka Marga Satwa Ko'mara). Di kejauhan akan nampak dengan jelas kota Makassar dengan deratan bangunan-bangunan megahnya bak kotak korek api yang berjejer rapi, bergeser ke kiri akan nampak wajah kota Sungguminasa. Sebagian wajah kota Takalar dan Jeneponto juga dapat dinikmati meski dalam keadaan yang agak malu bersembunyi di balik bukit. Jika  beruntung dan cuaca cerah, kita akan menyaksikan sunset dengan sensasi yang berbeda, matahari tenggelam dalam pelukan garis pantai Takalar.

Selain sunset saat senja dan matahari sore yang bersembunyi di balik kabut. Di malam hari kita juga dapat menikmati panorama empat kota (Makassar, Sungguminasa, Takalar, dan Jeneponto) dengan kerlap kerlip cahaya lampunya, menjelma menjadi sekumpulan kunang-kunang yang beterbangan di antara gelapnya malam. Sebuah pemandangan yang sungguh luar biasa indah sekaligus sangat"miris",  paradoks yang hadir secara bersamaan.

Di malam hari, jika pandangan diarahkan agak serong ke arah kanan, maka akan nampak kota Makassar yang bagai diliputi jutaan kunang-kunang, larut dalam pesta hingga akhir malam. Lalu alihkan pandanganmu agak ketengah, maka kita akan menyaksikan sebagian wilayah Sungguminasa dalam balutan cahaya yang agak berbeda, redup bagaikan kunang-kunang yang enggan mengepakan sayapnya, berkelompok dalam koloni-koloni kecil yang menyebar tak merata, tak ada bangunan yang menjulang, tak ada kerlap-kerlip lampu yang berlebih.

Semakin ke kiri, cahaya itu akan semakin redup, tak ada pesta kunang-kunang hingga larut malam, sesekali hanya ada kilatan besar yang tersamar lalu redup lagi. Di sini pesta lebih cepat usai. Cahaya lampu ibarat kunang-kunang yang berbaris agak renggang sepanjang jalan poros Gowa-Jeneponto. 

Di atas "Puncak Tinambung" tersaji keramaian Kota Makassar yang hingar bingar, kontras dengan 3 daerah lainnya. Gowa, Takalar, Jeneponto adalah daerah penyanggah, semua terpusat di Makassar. Ini adalah potret tentang pemerataan pembangunan, dari "Puncak Tinambung" Bissoloro dapat disaksikan bahwa ketimpangan itu nyata. 

Jika di malam hari Kota Makassar bermandikan cahaya dengan aksesoris gedung-gedung tingginya, dipoles setiap hari agar semakin cantik, maka cukuplah Takalar dan Gowa hanya kebagian tugas menyediakan pesisirnya untuk dikeruk sebagai bahan timbunan "reklamasi" wilayah pesisir Makassar (Pantai Losari) dalam rangka membangun mega proyek ambisius bernama Centre Point of Indonesia. Dan Jeneponto menyediakan lahan pembangkit listrik untuk mensuplay daya agar Makassar dapat terus berpesta dan hingar bingar hingga dini hari.

Di sepanjang perjalanan menuju lokasi camp "Puncak Tinambung" mata akan dimanjakan dengan hijaunya tanaman jagung yang luasnya berhektar-hektar. Bukit tak lagi dipenuhi pepohonan, tapi ribuan bahkan mungkin jutaan tanaman jagung yang bibit, pupuk, dan pestisidanya di datangkan dari Kota Makassar, hasilnya pun (dalam bentuk jagung pipilan) akan di bawa ke Makassar, mengisi gudang-gudang para pengusaha sebelum diolah menjadi pakan ternak yang pabriknya pun ada di Makassar, harganya juga ditentukan oleh para pembeli dari Makassar. Gowa, Takalar, dan Jeneponto cukuplah hanya menyediakan lahan dan petaninya, yang lain biar Makassar yang tentukan.

Catatan KOPEL (Komite Pemantau Legislatif) dalam dialog akhir tahunnya menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan antar daerah semakin melebar. Jika diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan rata-rata Rp 11.275, 96 Miliar PDRB kab./kota,  Makassar mencatatkan angka Rp 95.836,98 Miliar, sangat jauh meninggalkan 23 kab./kota yang ada di Sulawesi Selatan (sumber : Dialog Akhir Tahun KOPEL). 

Di tahun 2011, FILZAH WAJDI dalam tesisnya juga telah menggambarkan secara sangat nyata mengenai ketimpangan tersebut, "sektor listrik, gas dan air minum adalah sektor yang paling tidak merata penyebaran aktivitasnya di seluruh kabupaten/kota yang ada" (sumber : Analisis Ketimpangan di Sulsel). Kemajuan pembangunan yang dicapai oleh Kota Makassar ternyata tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap daerah disekitarnya. khususnya di bagian selatan seperti Kab. Gowa, Takalar, dan Jeneponto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun