Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenapa Pemimpin dari "Militer" Buruk untuk Ekonomi Indonesia?

15 April 2018   06:50 Diperbarui: 15 April 2018   12:16 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ken-tang.blogspot.com

Ajang percaturan politik Indonesia tidak dapat dipisahkan dari campur tangan orang-orang yang sedang atau telah berkiprah di militer. Terbukti dengan 56% dari proporsi kekuasaan tertinggi dikuasai oleh orang-orang yang berasal dari militer seperti Suharto dan SBY. Kalaupun kekuasaan yang tertinggi bukan dari militer akan tetapi king makernya tidak lepas dari dukungan orang-orang yang berasal dari militer.

Campur tangan militer dipolitik adalah hal yang lumrah dan biasa terjadi baik di negara-negara dunia ke-tiga ataupun negara-negara maju. Di negara dunia ketiga atau negara yang kualitas demokrasinya masih lemah, campur tangan militer digunakan sebagai shieldatau tameng untuk menjaga keutuhan bangsa melalui hard powerseperti misalnya di Korea Utara, Mesir, Ethopia, Zimbabwe dan Thailand. 

Sedangkan dinegara maju, campur tangan militer di politik digunakan untuk ekspansi pengaruh ke negara-negara lain seperti misalnya Amerika Serikat. Meskipun pada faktanya tidak semua negara maju didominasi oleh orang-orang yang berasal dari militer seperti misalnya Singapore, Taiwan, dan Iceland. Hal ini lebih disebabkan karena ekonomi negara-negara tersebut digerakkan dari sektor industri jasa.

Negara-negara yang maju di sektor jasa, adalah negara yang sudah professional dalam management sumber-dayanya, sedangkan negara-negara dimana militer masih memiliki peran yang cukup dominan biasanya perekonomiannya masih ditopang oleh institusi ekonominya yang bersifat ekstraktif.

Militer Buruk Untuk Ekonomi

Daron Acemoglu, Professor Ekonomi dari Massachusetts Institute of Technology menjelaskan ekonomi ekstraktif sebagai ekonomi yang sangat bergantung pada eksploitasi sumber daya alam, dan ditandai dengan tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang rendah. Perekonomiannya juga masih bertumpu pada sektor pertanian dan sektor pertambang. 

Di negara yang bersifat ekstraktif, kepemilikan sumber-sumber kekayaan hanya dimiliki oleh sebagian orang saja.

Patut diketahui bahwa kepemilikan kekayaan memiliki korelasi sangat kuat dengan kontrol pada faktor-faktor produksi. 

Dalam bahasa sederhananya, sebagian kecil orang-orang tersebut adalah pemilik keran ekonomi, sehingga dengan mudah mengatur dan bermain di ajang politik tingkat tinggi.

Ini bisa diliat dari tokoh-tokoh dari militer yang bermain diajang percaturan politik di Indonesia, hampir semuanya di backup dengan kemampuan ekonomi, yang kalau ingin ditakar dengan logika sederhana, bagaimana mungkin seorang yang notabene secara fulltime berkerja sebagai tentara  bisa mengumpukan pundi-pundi kekayaan yang begitu luar biasa.

Kalaupun ada aktor dari militer yang bisa bermain diajang politik dengan kemampuan ekonomi 'biasa', sudah hampir bisa dipastikan bahwa ada 'pemodal' yang membiayai biaya logistik politiknya. Tentunya si 'pemodal' ini tidak membantu dengan sukarela akan tetapi sudah ada hitungan pasti, keuntungan yang akan diperoleh ketika orang yang didukungnya bisa mendapatkan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun