Mohon tunggu...
Aslan Z
Aslan Z Mohon Tunggu... -

kata itu energi semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hambarnya Berita Mudik di TV

23 Agustus 2012   16:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:24 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencermati berita yang terdampar di media massa terutama televisi, kita tersadar bahwa TV tak selamanya menyajikan sudut pandang baru dan segar. Kadang mereka hanya menjiplak cara-cara lama dan sudut analisa berita yang itu-itu saja dari tahun sebelumnya.

Lihat berita mudik, sekarang ini sesungguhnya apa daya tarik berita mudik? Bila masih berdasar kepada tayangan di televisi, tanpa bantuan dan penjelasan seorang reporter di TV pun, kita tentu sudah dapat menebak sendiri bahwa hari-hari menjelang dan setelah lebaran, jalanan akan padat dan bahkan macet, bandar udara pasti sibuk, pelabuhan laut sesak oleh penumpang, kapal sibuk mengangkut penumpang yang tak habis-habis, polisi ekstra siaga mengatur jalan di jalur A, B atau C dan seterusnya.

Kita bisa pastikan demikian sebab budaya mudik telah berlangsung lama. Problem tiap tahun pun mirip. Lalu apa fungsi media jika ternyata mereka hanya hadir dengan berita ‘lama’ dan ‘basi’. Sesuatu yang basi bisa saja terhidang dari masakan yang baru saja ditanak, lha kok bisa ? Ya bisa saja jika bahan baku untuk masak berasal dari materi yang sudah ‘basi’.

Akan lebih elok bagi para reporter bila menyajikan topik dan sub topik yang segar dan barangkali belum menjadi pengetahuan umum secara mendetail. Misalnya, mengangkat dan menggali lebih dalam lagi berita tentang sumbangsih tentara kita (TNI AL) yang turut membantu pemudik dari Semarang ke Jakarta dengan Kapal Perang tanpa dipungut biaya (gratis), mengapa ini tidak dikupas ke nukleus terjauh, sembari menawarkan solusi (harapan); apakah memungkinkan jika jalur-jalur lain juga dibuka dengan kapal perang misalnya untuk wilayah Timur Indonesia? Petakan berapa kapal perang kita, mana yang bisa dan mana yang tidak bisa dikerahkan, wawancarai petinggi TNI-AL. Kalau terkendala anggaran operasional, boleh saja tak perlu gratis, mungkin dapat dipikirkan kemungkinan para penumpang untuk membayar?? Dengan demikian keberadaan kapal perang semakin terasa di tengah rakyat kita.

Atau, pendekatan berita mudik yang lain daripada lain, dikaitkan dengan kemungkinan kasus kejahatan, misalnya apakah tidak terbuka peluang bagi ‘pemudik plus plus’, misalnya selain mudik juga membawa pulang ke kampung, narkoba atau minuman beralkohol di barang bawaan mereka? Mengapa pemeriksaan ekstra ketat hanya berlaku di bandar udara kita, sensor metal dan alat macam-macam. Prosedur tersebut tidak ditemukan di jalan raya dan pelabuhan laut, padahal dari sisi kuantitas jalur darat dan laut lebih rentan untuk menjadi tempat peredaran barang-barang yang melanggar hukum ?

Atau untuk moda transportasi laut semisal kapal pelni,setelah menayangkan sedikit tentang penumpang yang berjejalan seperti ikan kering, lalu televisi ‘membedah’ struktur dan segala sajian yang menarik dari kapal pelni. Semisal teknologinya, kapasitas penumpang, cadangan air dan logistik sanggup memberi makan berapa orang, total kalori per porsi berapa? Atau apa saja kebiasaan buruk penumpang di atas kapal? Atau tentang seringnya tindak pencurian di atas kapal oleh tangan-tangan jahil ? Mungkin juga dapat disertakan kisah menyentuh anak buah kapal (ABK) yang seringberlebaran di atas kapal? Kemudian dilanjutkan dengan mewawancarai penumpang mengenai apakah anda puas dengan pelayanan di atas kapal atau tidak? Dan seterusnya.....

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun