Mohon tunggu...
Askina Mega Y
Askina Mega Y Mohon Tunggu... Guru - Menikmati jeda dengan berusaha menulis

A traveler without observation is a bird without wings.” – Moslih Eddin Saadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konseling Multibudaya, Jamu Tolak Radikalisme

18 Oktober 2017   22:13 Diperbarui: 20 Oktober 2017   05:40 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
studentsforliberty.org

Menjadi seorang konselor tentu merupakan tanggung jawab yang tidak mudah. Banyak yang harus dilakukan konselor seperti memastikan siswa dapat belajar dengan baik, siswa memiliki ruang untuk mengekspresikan diri, menyalurkan minat dan bakat dan sebagainya. Hal yang penting dalam konseling salah satunya adalah memastikan siswa dapat mengetahui perwujudan dirinya sekaligus mampu menjadi pribadi yang dapat menaklukkan berbagai dinamika zaman.

Di tengah gencarnya arus informasi dan telekomunikasi seperti saat ini. Isu radikalisme masih saja menjadi sorotan dan harus menjadi concern dari berbagai kalangan termasuk konselor. Ketika konselor dahulu fokus pada bagaimana menangani dan memberi sanksi kepada siswa. Konselor kekinian haruslah meluaskan pandangan pada bagaimana cara menanggulangi dan menjadi fasilitator siswa dalam rangka memerangi radikalisme.

Sesuai dengan asas konseling yang harus dinamis. Konselor haruslah menyesuaikan dan mengikuti perkembangan zaman. Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, bahasa dan agama, hal ini membuat banyak bermunculan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan perjuangan diatas agama, alih-alih menjadi strategi untuk membuat kaum muda utamanya siswa agar mendukung dan berafiliasi dengan kelompok tersebut. Hal inilah yang membuat konselor kini harus melek dan memberikan perhatian yang lebih kepada para siswanya.

Azyumardi Azra menyatakan bahwa anak-anak sekolah menjadi target khusus rekrutmen kelompok radikalis. Ia mengemukakan bahwa terdapat beberapa penelitian yang membuktikan adanya upaya rekrutmen ke sekolah-sekolah, dengan melakukan cuci otak (brain wash) terhadap pelajar, yang selanjutnya didoktrin dengan ideologi radikal tertentu.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, radikalisme memiliki akar kata radikal yang artinya secara mendasar atau sampai pada prinsip. Dalam bahasa Inggris radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra, dan fundamental. Sedangkan radicalism artinya doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim. Ini berarti, radikalisme berarti paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Radikalisme merupakan gejala umum yang bisa terjadi pada suatu masyarakat dengan motif beragam, baik politik, sosial, budaya dan agama yang ditandai oleh tindakan-tindakan keras, ekstrim, dan anarkis sebagai wujud penolakan terhadap gejala yang dihadapi.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh konselor untuk menanggulangi proses penyebaran paham radikalisme. Salah satunya ialah dengan penggunaan konsep konseling multibudaya. Konsep ini menitikberatkan pada penanaman pemahaman bahwa Indonesia merupakan negara dengan keberagaman yang mengharuskan kaum mayoritas untuk menghargai kaum minoritas dan sebaliknya. Tetapi kemudian, konsep ini diperluas lagi dengan pemahaman bahwa setiap individu memiliki keunikan masing-masing yang harus dihargai. Apabila konsep bimbingan dan konseling multibudaya ini dapat diimplementasikan dengan baik, tentunya ini dapat mempersempit ruang gerak radikalisme. Pada dasarnya, setiap agama memiliki nilai-nilai khusus atau nilai partikular dan nilai umum yang berlaku dan dipercaya oleh semua agama. Pendekatan bimbingan dan konseling menggunakan konsep multibudaya ini tidak menghapus nilai-nilai partikular dalam suatu agama, karena pendekatan multibudaya ini berfokus pada bagaimana mempertahankan nilai-nilai partikular tersebut untuk berada di wilayah-wilayah yang mempercayainya. Sedangkan untuk komunitas yang berada diluar btetap mempercayai nilai umum dengan tetap menghormati nilai partikularnya.

Dalam penelitian Naim dan Sauqi, jalur pendidikan merupakan jalan untuk membangun kesadaran pluralis yang efektif.  Jalur bimbingan dan konseling diharapkan menjadi salah satu instrumen yang memiliki peranan yang paling efektif untuk proses internalisasi dan penyemaian nilai-nilai multibudaya. Melalui jalur konseling, diharapkan kesadaran terhadap pluralisme dapat tumbuhn dan subur di masyarakat secara luas. Serta dapat menumbuhkan sikap beradab peserta didik yang menjadikan siswa tidak mudah terjebak pada pemahaman yang salah mengenai perbedaan dan dapat mencegah berkembangnya paham radikalisme di lingkungan pelajar.

Sumber

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun