Mohon tunggu...
Ashri Riswandi Djamil
Ashri Riswandi Djamil Mohon Tunggu... Guru - Belajar, belajar, dan belajar

wkwk land

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Orang Banyak Menjadi Ahli Virus Dadakan

6 Agustus 2020   15:20 Diperbarui: 6 Agustus 2020   15:17 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak pandemic melanda dunia khususnya Indonesia, mendadak semua orang peduli hidup bersih sehat. Bukan berarti selama ini kita tidak peduli bersih sehat. Hanya saja ada hal-hal kecil yang sebenarnya penting, tapi sebagian kita kurang peduli. Seperti cuci tangan dengan sabun setiap kali selesai beraktifitas. Etika dalam bersin dan batuk, juga meludah sembarangan. Yang mana hal kecil ini bisa merakibat buruk terhadap kesehatan sekitar.

Semua itu berkat pemerintah dan bagian kesehatan yang gencar setiap hari setiap saat mengingatkan pentingnya cuci tangan, jaga jarak, pakai masker jika bepergian, dan etika dalam batuk dan bersin. Dan masih ada lagi hal-hal lain. Yang juga penting dilakukan adalah pola hidup sehat. Menjaga kebugaran tubuh dengan cara makan makanan yang sehat dan rajin olahraga.

Informasi tentang covid-19 ini begitu gencar dan massif dimana-mana. Di sosial media dan semua sudut internet. Begitu melimpahnya, sampai-sampai kebanyakan dari kita menelan mentah-mentah informasi itu. Mulai dari obat-obatan yang dapat menyembuhkan virus covid sampai kalung anti covid. Membicarakan covid seolah tidak ada habis-habisnya. Kita semua jadi ingat. Ini mungkin dimulai dari ketika itu mengenai aturan penggunaan masker hanya untuk tenaga medis, orang sakit, dan yang rentan. Akhirnya menjadi anjuran utama agar setiap keluar rumah menggunakan masker.

Sebelumnya banyak sekali netizen di sosial media, yang seolah tahu banyak soal virus ini. Memang terdengar menyedihkan. Ini penyakit yang belum banyak pengetahuan yang kita miliki. Bahkan dalam dunia medis sendiri. Khususnya soal virus ini. Yang seharusnya memberikan Informasi  sebanyak-banyaknya justru ahlinya yang bernama virologist. Bukan dokter paru-paru, apalagi masyarakat umum yang berpendidikan non medis. Ini pengetahuan yang cukup langka.

Bahkan menurut Global Virus Network  sebuah organisasi penelitian tentang virus, hanya ada enam lembaga yang meneliti atau mempelajari tentang virus di dunia. Sementara di Indonesia sepertinya banyak sekali pakar virus ini. Sangat mengherankan dan disayangkan memang. Kok berani sekali, kok santai sekali netizen berkomentar tentang virus ini? Seharusnya pakar virus di Indonesialah yang sering aktif di sosmed. Mencuitkan tentang pengetahuan virus ini. Khususnya covid-19. Ternyata tingkat pendidikan netizen bukan jaminan masih mempercayai berita bohong, informasi sesat, hoax dan kawan-kawannya.

Masih belum cerdas ternyata generasi muda kita yang berpendidikan tinggi bahkan. Ya kenyataan yang harus kita terima. Ini penyebab matinya Kepakaran Medis kita. Para pakar justru lebih asyik meneliti dan bekerja ketimbang mengedukasi masyarakat? Maaf jika ini terdengar kasar. Tapi ini yang terjadi. Mau bagaimana lagi? Mungkin jalan keluar yang termudah dan teraman adalah dengan mencantumkan sumber informasi yang valid setiap kali kita men-share informasi tentang virus ini. Tentang vaksin, tentang hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana mengendalikan sampai menyembuhkan penyakit ini.

Dengan fakta ilmiah. Ada dasarnya. Ada penelitiannya. Bahkan bila seseorang mengklaim berhasil menemukan penawarnya. Dia harus melampirkan hasil penelitiannya sesuai aturan-aturan dalam penelitian ilmiah. Jelas data dan faktanya. Dengan menerbitkan jurnal ilmiah yang tentunya telah diverivikasi oleh para pakar-pakar di bidangnya. Lama dong! Ya memang butuh waktu dan harus bertanggung jawab. Begini cara mainnya bung!

Bukan berdasarkan apa yang kita yakini saja. Karena ini menyangkut hidup mati orang banyak. Menyangkut kesehatan masyarakat umum. Ini sesuatu yang serius. Selain seorang itu pakar. Harus dibuktikan dulu dengan pengakuan kepakarannya. Dari para pakar lain yang senior. Dari institusi dengan bidang yang sama. Sebagai contoh.

Seorang bernama John Nash. Matematikawan dari Amerika Serikat yang mendapatkan Nobel. Tidak hanya karena kepakaran beliau saja dalam bidang teori geometri diferensial, dan persamaan diferensial parsial. Beliau mendapat pengakuan dari para ahli di bidangnya dalam sebuah institusi dalam hal ini di Princeton University New Jersey AS. Baru mendapat penghargaan Nobel setelah sekian tahun melakukan penelitian dan hasilnya digunakan oleh orang banyak. Memberikan kontribusi dan manfaat bagi ilmu pengetahuan.

Sama halnya seperti ini. Mungkin agak melenceng sedikit. Tapi ini sering kita temui. Bahkan sejak sekolah dulu. Ketika kita mau menetukan seorang menjadi ketua kelas. Selalu saja teman sekelas itu menunjuk salah satu rekannya yang dianggap mampu. Artinya disini sang calon ketua kelas itu sudah diakui oleh teman-temannya, dipercaya menjadi ketua kelas. Ya analogi yang sederhana. Artinya seorang pakar itu tidak mungkin bahkan lucu kalau mengaku sebagai pakar dengan gambling. Kecuali memang sudah diakui kepakarannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun