Mohon tunggu...
Ashri Riswandi Djamil
Ashri Riswandi Djamil Mohon Tunggu... Guru - Belajar, belajar, dan belajar

wkwk land

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Flaws, Tidak Ada yang Benar-benar Sempurna

27 Januari 2020   18:25 Diperbarui: 27 Januari 2020   18:35 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: weheartit.com

Tidak ada tim yang sempurna. Walaupun telah mencapai suatu prestasi. Setinggi apapun prestasi tersebut. Contoh saja. Bahkan tim sepakbola sehebat Brazil saja. Dua puluh satu tahun silam kalah telak di final dari tim Perancis pada Piala Dunia 98. Semua orang tahu Brazil itu rajanya sepak bola dunia. Artinya semua ada batasnya.

Ada waktunya. Ada ketidaksempurnaan disana. Tidak ada yang sempurna. Sekalipun dianggap sempurna. Dari sana apa yang dapat kita pelajari? Ya setidaknya ada hal yang bisa kita ambil hikmahnya. Selalu ada sisi baik dari segala hal yang terjadi. Yang dialami manusia.

Jangan terbawa suasana, jangan sombong, jangan merasa sidah bisa sehingga mengecilkan, merendahkan orang lain. Benar kata orang bijak. " Kesempurnaan hanya milik Tuhan." Hanya ciptaan Tuhanlah yang sempurna. Manusia . ya manusia memang sempurna fisiknya. Saking sempurna fisiknya.

Sampai semena-mena terhadap ciptaan Tuhan lainnya. Bahkan terhadap ciptaan Tuhan lainnya. Bahkan terhadap sesama yang sempurna. Sesama manusia saja masih suka menghina dan melakukan sederet perilaku tidak terpuji lainnya. Justru manusia itu sempurna karena diberi satu hal yang tidak dimiliki makhluk lain. Yaitu akal pikiran. Ini yang membuat manusia sempurna. Bukan bagian luar atau fisik semata.

Dengan pikiran dan akal ini bahkan kita bisa mengambil pelajaran berharga dari ketidaksempurnaan itu sendiri. Baik dari alam, tumbuhan, hewan, bahkan atom sekalipun. Ketidaksempurnaan dapat menjadi pelajaran bagi yang sempurna. Pemikiran yang menarik. Membuktikan bahwa pada setiap ketidaksempurnaan, setiap kekurangan pada apapun dalam hidup dapat memberi manfaat bagi yang lainnya.

Contoh nyatanya adalah tumbuhan, tanaman padi saja kita bisa mengambil pelajaran hidup. Semakin berisi semakin menunduk. Artinya orang yang semakin tinggi ilmunya semakin rendah hati. Semakin bijak. Semakin baik akhlaknya. Luar biasa bukan. Bayangkan padi tanaman yang menghasilkan beras yang dibutuhkan manusia.

Bisa memberikan nilai kehidupan. Pelajaran kehidupan. Wajar jika ada seniman yang menciptakan syair berisi ekspresi malu pada semut yang walaupun kecil tapi teratur antri berjalan. Padahal semut itu makhluk yang rentan. Manusia makhluk yang kuat namun sombong dan merasa paling hebat. Belajarlah pada semut yang berbaris.

Terkadang berbuat baik atau bahkan berprasangka baik kepada orang lain saja belum cukup. Jalani dan senyumi saja. Hidup penuh dengan dinamika dan segala dimensinya. Jangan berharap orang lain menghargai kita. Seperti kata seorang yang bijak: :"berharap kepada manusia adalah sia-sia" Berharaplah pada sang Maha Pencipta" tidak akan ada yang sia-sia". Ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai kehendak kita atau rencana kita, maka disitulah pembuktian apakah kita seorang yang sabar dan ikhlas. Sulit dilakukan dan sangat mudah berkata-kata. Itulah hidup.

Gambaran di atas adalah bagaimana perasaan lemahnya manusia ketika rencana atau apapun itu tidak berjalan seperti yang diinginkan. Happy ending mungkin terlihat hanya ada di film-film fiksi. Film yang berdasarkan kisah nyata? Tidak selalu happy ending. Adanya tokoh utamanya meninggal entah itu karena sakit atau terbunuh.

Itulah manusia tempatnya salah. Sekalipun ciptaan Tuhan yang sempurna. Tapi rentan terhadap keadaan tertentu. Ada ciptaan Tuhan yang lebih hebat dari manusia karena terbuat dari cahaya dan api. Bukan tanah seperti manusia. Namun itupun masih ada kelemahannya. Bahkan diinginkan mereka yang lebih hebat dari manusia.

Malaikat. Ya malaikat hebat namun mereka tidak diberi nafsu seperti manusia. Jadi kesimpulannya tidak ada yang benar-benar sempurna dalam kehidupan fana ini. Raja, orang kaya, miskin, kuat, lemah semua pasti ada akhirnya. Mati .... ya itulah hidup.     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun