Bayangkan jika seorang petani di desa yang harus tetap membeli pupuk dengan harga tinggi meskipun ada subsidi yang besar. Dari sudut pandang petani ini, utang negara hanya berarti jika benar-benar dapat meringankan beban hidupnya.
Pesan untuk Pemerintah Daerah
Bagi Pemerintah Daerah, pesan yang bisa dipetik adalah pentingnya sinkronisasi. RAPBN Tahun 2026 bukan sekadar proyek pusat, tetapi harus benar-benar hadir di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) agar manfaatnya terasa nyata bagi masyarakat.
Program seperti sekolah rakyat, pemeriksaan kesehatan gratis, dan MBG tidak akan berhasil tanpa distribusi guru, tenaga medis, dan data sosial ekonomi yang baik. Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional perlu dijaga agar bantuan sampai kepada yang benar-benar membutuhkan.
Selain itu, efisiensi juga menjadi pesan penting. Presiden menyinggung pengurangan tantiem BUMN dan komisaris yang berlebihan. Di daerah, ini dapat diartikan sebagai dorongan untuk mengurangi biaya perjalanan dinas, pengeluaran ATK, atau proyek besar yang tidak langsung menyentuh masyarakat.
APBN seharusnya digunakan untuk hal-hal yang benar-benar berdampak pada kehidupan masyarakat.
Pesan untuk Masyarakat Umum
Bagi masyarakat umum, APBN bukan semata-mata urusan elit. Beban utang negara yang kini melebihi Rp9.000 triliun memang bisa terdengar menakutkan, namun kesehatan utang tidak hanya dinilai dari besaran angkanya. Kesehatan utang ditentukan oleh rasio utang terhadap PDB serta kemampuan negara untuk membayar kembali.
Dengan proporsi sekitar 38 persen dari PDB, keadaan Indonesia masih tergolong stabil. Pertanyaan yang lebih mendesak adalah apakah utang tersebut dapat diterjemahkan menjadi bentuk yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Apabila utang digunakan untuk membiayai pendidikan gratis, nutrisi yang baik, pelayanan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur desa, maka itu dapat dianggap sebagai investasi untuk masa depan. Namun, jika terjadi kebocoran karena praktik yang tidak benar, utang hanya akan menjadi beban bagi generasi mendatang.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat penting. Mengawasi jalannya program, terlibat dalam koperasi desa, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), atau dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat yang terlibat dalam pembangunan berbasis lingkungan. Kita sebagai anggota masyarakat bukan hanya sebagai penonton, melainkan juga pelaku.
Refleksi
RAPBN Tahun 2026 mengandung paradoks. Di satu sisi, ada pengeluaran sosial yang sangat besar dan subsidi. Di sisi lain, terdapat janji ambisius untuk menghapus defisit dalam waktu dua sampai tiga tahun.
Presiden juga menyampaikan dengan tegas tentang pengurangan bonus BUMN serta pemberantasan praktik yang merugikan masyarakat di desa. Semua ini terdengar menggugah, tetapi tetap menyisakan pertanyaan. Apakah nanti APBN 2026 benar-benar menjadi anggaran untuk rakyat, ataukah hanya akan menjadi angka-angka dalam dokumen saja?