Mohon tunggu...
Wurry Agus Parluten
Wurry Agus Parluten Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Ayah dan Suami.

Pernah menjadi Penulis Skenario, Pembuat Film Indie, Penulis (jadi-jadian), Pembaca, (semacam) Petani, (semacam) Satpam. Sekarang gemar dengan #tagar atau #hashtag guna mengisi sisa hidup.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Antologi Horor Indonesia

7 Juli 2022   03:26 Diperbarui: 7 Juli 2022   03:30 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GAMBAR: Makhluk Kegelapan dari Hutan Larangan (@justluten).


Antologi Horor Indonesia (AHI) adalah sebuah serial yang berisi kumpulan cerita horor yang beredar di Indonesia, baik cerita horor yang benar-benar asli Indonesia, maupun kisah horor pengaruh dari luar Indonesia (mulai dari agama, budaya, dsb). 

Kreator dari program televisi ini adalah Jon Angker, seorang penulis yang (konon) khabarnya sudah mati. Tapi ada juga desas-desus yang mengatakan bahwa Jon Angker ialah nama samaran. Entah mana yang benar, yang jelas kalau mau dibawa ke ranah hukum, "Antologi Horor Indonesia" intellectual property-nya milik Jon Angker.

Nama lengkap Jon Angker adalah "Jon Angker bin Seram", sejauh ini, ia tak pernah menunjukkan wajahnya. Kita hanya tahu Jon Angker lewat tulisan di title pembuka serial AHI, yang berbunyi... "Kreator: Jon Angker".

Di episode-episode awal serial ini, memang Jon yang turun tangan menulis cerita untuk skenario, namun ke belakang, Jon lebih banyak fokus menjadi Kreator/Supervisi saja. Yang menarik sebenarnya, bagaimana cara Jon meng-konsep AHI?

Jon menganggap bahwa horor sangat dekat dengan agama. Oleh karena itu, Jon mengembalikan konsep horor Indonesia (yang dia bikin), sesuai dengan sila pertama Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, ada di #LaguKetuhananYME. Maka setiap kisah horor yang lolos dari meja kerja Jon, harus selaras dengan sila pertama tersebut. Jika tidak selaras, perlu ditelaah lagi bagian mana yang  bisa diselamatkan, bagian mana yang perlu dikompromikan.

Jon bukan tidak suka dengan pendekatan berdarah-darah ala "slasher", atau bermain-main monster ala "zombie", "vampire", "kaiju". Namun berdasarkan pengalaman (baik di media film, televisi, internet, aplikasi, dsb), yang begitu-itu kurang dekat sama publik kita. Bahkan dulunya, saat Jon muda menulis skenario, ia pernah uji coba bikin pendekatan ala "Drakula". 

Belum apa-apa sudah dianggap tak masuk akal. Ini jelas berbeda dengan "The Twilight Saga (film series)" yang berisi drakula ganteng. Mungkin kalau disimpulkan, dunia drakula akan tetap heboh di Indonesia jika filmnya dari luar negeri. Kalau orang Indonesia main jadi drakula, ya hanya "Srimulat" saja yang laku, itu pun pakai pendekatan panggung.B

Bagian"Drakula Twilight" di atas gak usah protes, ujung-ujungnya nanti bakal lari ke tagar Twitter #TheArtOfFilmMarketing. Kenapa? Ada hubungannya dengan USD dan IDR, menurut Jon.

Masalahnya, Jon dilema dengan agama-agama lain yang secara konsep tak memakai pendekatan monoteisme (Ketuhanan Yang Maha Esa). Bukan apa-apa, yang masih "selaras" dengan sila pertama Pancasila ini hanya agama...

(1) Islam,
(2) Christianity (Protestant dan Catholic).
Jika melihat Wikipedia versi Inggris (AS) sebagai acuan umum (karena kita masih pakai google, kecuali Indonesia punya search engines sendiri), masih ada beberapa agama resmi lain di Indonesia, yaitu:
(3) Hinduism,
(4) Buddhism,
(5) Folk (Aliran Kepercayaan),
(6) Confucianism.
Bagaimana cara Jon menyiasati ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun