Mohon tunggu...
Arya Nuzhmi Muhammad
Arya Nuzhmi Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Program Studi Administrasi Publik di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Perkenalkan, saya Arya Nuzhmi Muhammad, mahasiswa Administrasi Publik angkatan 2022. Saya adalah individu yang memiliki ketertarikan mendalam terhadap isu-isu pemerintahan, pelayanan publik, serta dinamika kebijakan publik di Indonesia. Sebagai mahasiswa Administrasi Publik, saya memiliki komitmen untuk memahami dan turut berperan dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang efektif, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Saya percaya bahwa administrasi publik memegang peran penting dalam menjembatani kebijakan dengan kebutuhan riil warga negara. Dengan bekal pengetahuan akademik dan semangat untuk terus belajar, saya bertekad untuk menjadi bagian dari generasi muda yang mampu membawa perubahan positif dalam sektor publik dan birokrasi Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polemik Kebijakan Tambang di Raja Ampat: Ujian Bagi Komitmen Konservasi Indonesia

20 Juni 2025   00:10 Diperbarui: 20 Juni 2025   00:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keputusan Presiden Prabowo Subianto mencabut empat dari lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat pada 10 Juni 2025 patut diapresiasi sebagai langkah nyata melindungi kawasan konservasi dunia. Pemerintah resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yakni PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Nurham, dan PT Anugerah Surya Pratama. Namun, keputusan membiarkan PT GAG Nikel tetap beroperasi menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi kebijakan perlindungan lingkungan dan keadilan dalam penegakan aturan.

Raja Ampat bukan sekadar wilayah biasa - kawasan ini adalah jantung keanekaragaman hayati laut dunia yang dijuluki "Crown Jewel of Marine Biodiversity". Keputusan setengah hati dalam pencabutan IUP berpotensi menciptakan preseden berbahaya dalam tata kelola lingkungan Indonesia.

Langkah Maju: Pengakuan Terhadap Nilai Konservasi

Pencabutan keempat IUP tersebut menunjukkan bahwa pemerintah mulai menyadari pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Bahlil (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) mengungkapkan alasan pemerintah mencabut IUP empat perusahaan itu karena ditemukan pelanggaran lingkungan dan tidak sejalan dengan prinsip tata kelola wilayah pulau kecil yang dilindungi.

Keputusan ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam agenda pembangunan berkelanjutan dan perlindungan kawasan konservasi laut. Raja Ampat yang telah ditetapkan sebagai kawasan geopark dan merupakan habitat penting bagi berbagai spesies laut endemik, memang seharusnya dilindungi dari aktivitas destruktif seperti pertambangan nikel.

Dari sudut pandang diplomasi lingkungan, langkah ini dapat memperkuat posisi Indonesia di forum internasional sebagai negara yang serius melindungi biodiversitas laut. Hal ini penting mengingat Raja Ampat sering dijadikan rujukan dalam studi konservasi laut global.

Inkonsistensi Fatal: Mengapa PT GAG Nikel Dikecualikan?

Namun, kegembiraan atas pencabutan keempat IUP tersebut ternoda oleh keputusan kontroversial mempertahankan IUP PT GAG Nikel. Bahlil (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) mengatakan alasan kontrak karya PT GAG di Raja Ampat tidak dicabut karena diklaim jauh dari kawasan geopark dan merupakan bagian dari aset negara yang telah sesuai dengan AMDAL.

Alasan ini sangat problematis karena beberapa hal mendasar. Pertama, jika argumen utama pencabutan keempat IUP adalah perlindungan lingkungan dan konservasi biota laut, maka logika yang sama seharusnya berlaku untuk semua aktivitas pertambangan di kawasan tersebut, termasuk PT GAG Nikel. Ekosistem laut tidak mengenal batas administratif atau jarak - kerusakan di satu titik dapat berdampak pada seluruh kawasan.

Kedua, dalih "aset negara" terkesan seperti justifikasi ekonomi yang mengalahkan pertimbangan lingkungan. Jika pemerintah benar-benar konsisten dengan visi konservasi, status kepemilikan seharusnya tidak menjadi alasan untuk memberikan pengecualian.

Risiko Preseden Berbahaya dalam Penegakan Hukum Lingkungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun