Ketiga, memperkuat budaya dialog dan kerjasama, dengan mengadakan kegiatan dialog antaragama dan antarbudaya, serta berkolaborasi dengan organisasi-organisasi lain untuk membangun persatuan dan kesatuan.
Terakhir, membangun jaringan inklusif, dengan membuka pintu bagi anggota dari berbagai latar belakang agama, suku, dan etnis untuk bergabung dengan HMI, serta berkomunikasi dengan organisasi-organisasi pluralis di dalam dan luar negeri.
Transformasi HMI menjadi titian keterbukaan bukan tanpa rintangan. Akan ada resistensi dari kelompok-kelompok yang masih terpaku pada pemikiran sempit dan fanatisme. Namun, dengan tekad yang kokoh dan langkah-langkah yang tegas, HMI memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam membangun Indonesia yang pluralis, toleran, dan damai.
Kesimpulannya, HMI harus berani untuk menapaki jalan baru dan merangkul kenyataan pluralisme dengan tangan terbuka. Dengan transformasi menjadi jembatan keterbukaan, HMI dapat menjadi perekat perbedaan dan menciptakan Indonesia yang lebih bersatu dan sejahtera.Â
Dengan demikian, transformasi HMI dalam merangkul pluralisme bukanlah sekadar perubahan struktural organisasi, tetapi juga representasi dari evolusi pemikiran dan nilai-nilai dalam menghadapi realitas sosial yang semakin kompleks. Sebagai agen perubahan yang progresif, HMI memainkan peran penting dalam membentuk narasi keislaman yang inklusif dan ke-Indonesiaan yang menghargai keberagaman, membuka jalan menuju masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H