Mohon tunggu...
Arya Ananda
Arya Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Mulawarman

Hobi membuat ilustrasi dan mendengarkan musik (mostly Alien Stage).

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dari Gaul ke Akademik: Bisakah Mahasiswa Menjaga Bahasa?

26 September 2025   21:11 Diperbarui: 26 September 2025   21:14 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Public Speaking. Sumber Ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gaya komunikasi setiap manusia itu berbeda-beda, baik di media sosial maupun dalam kehidupan nyata. Saat kita sedang ngobrol dengan teman, bahasa yang digunakan biasanya lebih spontan, dibarengin intonasi dan bahasa tubuh yang memperkuat makna. Sebaliknya, pada forum ilmiah, bahasa yang digunakan cenderung lebih baku, terorganisir, dan terstruktur, lengkap dengan ejaan serta tanda baca yang benar, serta pemakaian istilah teknis.

Metode penyampaian yang spontan dalam obrolan sehari-hari bertujuan menjaga keakraban di antara sesama teman. Sebaliknya, dalam forum ilmiah digunakan bahasa yang terstruktur agar informasi tersampaikan dengan jelas dan meminimalkan kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Penggunaan bahasa yang formal juga memberikan kesan yang profesional dan menunjukan rasa hormat kepada resipien atau penerima.

Ketika berbincang santai, kita sering memilih jalan pintas lewat singkatan, meski kadang membuka peluang salah paham. Sebaliknya, di ranah akademis, bahasa yang terlalu kompleks bisa menjadi tembok bagi mereka yang belum terbiasa, sehingga pesan utama justru semakin kabur. 

Dalam obrolan grup, misalnya di WhatsApp, kita sering mengorbankan kaidah bahasa demi kecepatan dan keakraban. Akronim, singkatan kata, hingga singkatan huruf awal digunakan dalam bahasa sehari-hari. Seperti contoh, kumkel (kumpul kelompok), matkul (mata kuliah), pj (penanggung jawab) ak (aku) dan kmu (kamu). Interjeksi juga sering digunakan seperti "eh, kamu kok gitu sih". Kata "eh", "kok", dan "sih" menghadirkan nuansa seolah percakapan berlangsung secara lisan, sehingga menciptakan rasa akrab dan kedekatan antara lawan bicara.

Tidak seperti forum ilmiah seperti ResearchGate, di mana kosakata yang digunakan lebih terorganisir dan dipikirkan secara menyeluruh. Sebagai contoh, "Musik dikenal luas sebagai alat terapi bagi individu yang menderita depresi, kecemasan, dan kondisi lainnya" adalah potongan kalimat yang diambil dari Q&A atau diskusi ResearchGate oleh pengguna Fiona Costa. Kalimat tersebut terstruktur dengan baik dengan subjek, predikat, dan objeknya, serta menggunakan kata-kata teknis seperti "terapi", "depresi," dan "kecemasan" untuk memberikan kesan akademis.

Kalimat tersebut terstruktur dengan subjek, predikat dan objek yang jelas serta kata-kata teknis seperti "terapi", "depresi" dan "kecemasan" yang memberikan kesan akademis.

Meskipun menggunakan bahasa yang santai dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dihindari, kebiasaan ini dapat memberi dampak negatif, terutama bagi mahasiswa. Seperti yang dijelaskan dalam jurnal "Dampak Penggunaan Bahasa Slang Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia pada Komunikasi Mahasiswa di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara" oleh Thania Ramadhani, kosakata formal menjadi terasa asing ketika kita terlalu terbiasa dengan singkatan dan bahasa gaul. Padahal, kosakata formal ini sangat penting untuk menulis esai, laporan, dan karya ilmiah di lingkungan akademik.  Selain itu, aspek cepat dari bahasa gaul menyebabkan kurangnya kemampuan siswa untuk mengembangkan konsep secara mendalam dan runtut.

Pada akhirnya, bahasa adalah cermin dari cara kita berinteraksi. Bahasa santai dalam obrolan sehari-hari menghadirkan keakraban, kecepatan, dan rasa kebersamaan. Namun, jika kebiasaan ini terlalu mendominasi, mahasiswa bisa kehilangan kepekaan terhadap kosakata formal yang justru sangat penting di dunia akademik. Keterampilan menulis esai, laporan, maupun karya ilmiah membutuhkan bahasa yang runtut, jelas, dan terstruktur, sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh singkatan atau interjeksi khas percakapan santai. Bahasa gaul boleh saja digunakan sebagai perekat sosial, tetapi jangan sampai mengikis kemampuan berbahasa formal yang dibutuhkan untuk berpikir kritis dan berkembang di lingkungan akademik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun