Mohon tunggu...
arum wiqoyati
arum wiqoyati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

stay positive!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Mbah Sagiyem, Pedagang Lanjut Usia Berjualan Kacang di Lampu Merah

9 Desember 2021   10:42 Diperbarui: 9 Desember 2021   10:50 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Sagiyem yang sedang menawari dagangannya kepada pengendara mobil putih (Foto : Arum)

Bantul -- Terlihat seorang wanita lanjut usia berbaju merah bata yang bernama Mbah Sagiyem sedang berjualan kacang di lampu merah perempatan Jejeran Pleret Bantul. Beliau hanya menggunakan perlengkapan sederhana tanpa meja, tanpa kursi, maupun etalase, melainkan dagangan diletakkan diatas trotoar beralaskan karung seadanya. Dengan menggunakan kedua tangan, Mbah sagiyem menggenggam kacang sambil berkeliling dari pengendara satu menuju pengendara lainnya menawari dagangannya. Namun lantaran umur yang sudah tidak belia lagi membuat beliau terbatas dalam berjalan menyebrangi jalan kesana kemari. Untuk melengkapi dagangannya Mbah Sagiyem juga menjual pisang, peyek dan beberapa snack.

Mbah Sagiyem selaku warga Pedukuhan Karet Kecamatan Pleret ini tidak mau diam di rumah saja. Meski usia tua dan badan yang sudah tak tegak lagi tidak menghalangi Mbah Sagiyem untuk tetap mencari nafkah. Mata dan pendengaran yang masih baik, membuat Mbah Sagiyem berjualan tanpa halangan. Dengan sisa tenaganya, beliau tetap senang berjualan dagangan kulakannya sendiri di sekitar perempatan lampu merah ini karena dekat dengan rumahnya. Beliau lebih memilih untuk kulakan sendiri daripada menjualkan dagangan orang karena akan merasa lebih tenang jika milik sendiri. Bisa dibayangkan betapa lelahnya beliau bekerja keras di masa tuanya dengan penuh perjuangan. Keringat yang bercucur keluar selalu dihadapi dengan senyuman oleh beliau. Walaupun demikian semangat Mbah Sagiyem  tidak pernah padam, beliau tetap mensyukuri apa yang dimilikinya saat ini walaupun hidupnya sangat sederhana.

Sehari-hari dengan penuh harapan, Mbah Sagiyem berangkat sekitar pukul 08.00 WIB dan pulang saat azan maghrib berkumandang dengan diantar jemput oleh cucunya. Pekerjaan ini sudah lama ia lakukan sejak sekitar enam tahun yang lalu. Disaat orang tua pada umunya hanya di rumah menikmati masa tuanya, tidak dengan Mbah Sagiyem ini yang masih gigih dalam bekerja dan tetap mandiri. Beliau mengatakan bahwa tinggal bersama anak dan cucunya tetapi tidak ingin merepotkan mereka. Walaupun mempunyai dua anak dan empat cucu tetapi Mbah Sagiyem tidak mau menggantungkan hidupnya kepada anak atau orang lain.

"Timbang neng omah ra ngopo ngopo mending dodolan ngeneki, lumayan nggo nyangoni putu" (daripada di rumah ga ngapa ngapain mending begini, lumayan juga buat ngasih uang saku cucu), Ujar Mbah sagiyem sambil tertawa saat ditemui di tempat beliau bekerja saat sedang beristirahat.

Mbah Sagiyem bercerita bahwa sekitar seminggu yang lalu beliau dan keluarganya baru saja mengadakan acara 1000 harian suaminya yang sudah meninggal. Beliau juga menceritakan tentang musibah yang baru datang belum lama ini yaitu letusan Gunung Semeru di Jawa Timur yang ia tonton lewat televisi. Mbah Sagiyen turut berduka cita atas musibah yang terjadi dan mendoakan semoga orang-orang yang tinggal disana baik baik saja. Sebegitu pedulinya Mbah Sagiyem terhadap orang lain.

Di tengah teriknya matahari tidak menurunkan semangat beliau untuk tetap menawarkan kacang  dilengkapi dengan senyuman manisnya. Jika lampu lalu lintas sudah berubah menjadi merah maka saat itulah Mbah Sagiyem beraksi mulai berkeliling menyebrang jalan kesana kemari. Tak jarang ia juga istirahat di trotoar sambil melihat jalanan yang ramai akan pengemudi. Jika energi sudah cukup terisi barulah ia beranjak dari duduknya untuk berkeliling kembali. Meski jarang ada orang yang tertarik dengan dagangannya, tetapi ia selalu optimis dan tetap semangat. Ia percaya bahwa rezeki diatur oleh Yang Maha Kuasa sehingga tidak akan tertukar. Ia selalu bersyukur atas apa yang diterimanya dan tidak pernah sedikitpun mengeluhkan kondisinya. Mbah Sagiyem selalu ramah kepada siapapun yang didekatnya sehingga nyaman untuk mengobrol dengannya. Beliau yang memiliki sifat ceria juga sering mengobrol dengan sesama pedagang disekitarnya. Saling menanyakan kabar dan bercanda satu sama lain. Walaupun berdagang dengan sederhana, Mbah Sagiyem juga tidak lupa untuk menaati protokol kesehatan saat pandemi. mulai dari menggunakan masker dan juga menjaga jarak dengan orang lain.

Pesan yang dapat diambil dari Mbah Sagiyem adalah meskipun sudah tua renta Mbah Sagiyem masih mau berusaha walaupun pendapatan mereka sedikit dan badan sudah tidak kokoh lagi. Yang penting bagi mereka adalah penghasilan yang berkah daripada harus menunggu orang lain memberi. Selalu menekuni dan menjalani apapun pekerjaannya asalkan itu halal. Dan selalu bersyukur atas berapapun yang didapat hari ini karena yang paling penting bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari serta berusaha keras dan tidak bergantung kepada orang lain. Jika sedang melewati Jalan Imogiri Timur km 10 tepatnya di perempatan Jejeran bolehlah kita mampir dan membeli barang dagangan Mbah Sagiyem ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun