Mohon tunggu...
artamevia ariesta
artamevia ariesta Mohon Tunggu... Jurnalis - Pribadi

Mahasiswa ikom

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lingkar Oligarki Politik Dinasti

7 Desember 2019   19:22 Diperbarui: 7 Desember 2019   19:27 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lingkar Oligarki Politik Dinasti
*Oleh: Artamevia Ariesta Putri
Dewasa ini masyarakat indonesia maupun dunia maya resah dengan suasana perpolitikan Indonesia yang sangat panas. Hal ini terjadi karena adanya politik turun temurun yang dilakukan dalam perpolitikan di Indonesia. Indonesia saat ini terdapat banyak menggunakan sistem politik Nepotisme. Nepotisme berasal dari kata "nepos" yaitu keponakan atau cucu, pada abad pertengahan adanya beberapa paus katolik yang telah mengambil janji, sehingga tidak mempunyai anak kandung sehingga memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seakan akan seperti kepada anaknya sendiri. Nepostisme yaitu lebih memilih saudara arau kerabatnya berdasarkan hubungannya teapi bukan berdasarkan keahliannya.

Dinasti politik merupakan kekuasaan secara turun temurun Yang dilakukan melalui kelompok keluarga yang terikat dengan hubungan darah dengan tujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun dari pemilik dinasti kepada ahli waris agar kekuasaan berada di lingkungan keluarga, keluarga yang anggotanya terlibat dalam politik berbasis pemilihan umum, anggota keluarga politik terikat melalui keturunan atau pernikahan, juga melibatkan beberapa generasi atau saudara umum dianggap bukan keluarga politik, akan tetapi keturunan akhir keluarga kerajaan ikut serta ke dunia politik monarki absolut tetapi berkuasa di negara.

Kasus dinasti politik sebenarnya telah lama di bangun sejak orde baru namun pada saat ini baru bermunculan dari kasus korupsi yang dilakukan oleh Ratu Atut Chosiyah lalu tertangkapnya bupati Kelaten Sri Hartini oleh KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) menyangkut promosi jabatan atau jual beli jabatan melalui bentuk lelang beberapa bulan lalu. Istilah dinasti politik dalam islam telah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah. Pada dinasti Bani Umayyah kekuasaan dinasti kekeluargaan tersubur yang saat ini disebut sebagai era monarki atau kekuasaan turun menurun. Dilanjutkan dengan dinasti Abbasiyah runtuhnya ke dua dinasti itu disebabkan karena faktor politik ekonomi, dan lainnya.

Selain itu ada sejumlah alasan mengapa dinasti politik marak terjadi di daerah, salah satunya yaitu tidak adanya tokoh arternatif di tingkat lokal untuk menduduki jabatan di level eksekutif maupun legislatif. Adanya tokoh alternatif, tetapi kekuatan finansial maupun jaringan politik masih kalah dengan dinasti politik. Dinasti politik di bentengi oleh sistem kekerabatan yang kuat. Dinasti politik sering terjadi karna minimnya gerakan alternatif untuk memberikan pencerahan dengan tujuan mempertimbangkan calon lain.

Penulis mengambil satu kejadian tentang politik turun temurun dalam lingkaran oligarki Jokowi sebagai contoh kasus politik Nepotisme. Jokowi menang dalam pemilu kemarin 2019, presiden Jokowi memberikan sejumlah kursi kekuasaan, Setidaknya ada tiga kursi kekuasaan dalam pemerintahan Jokowi jilid yang ke dua ini dan sebagian khalayak beropini, bahwa hal ini terjadi, karena kedekan orang tua mereka dengan Presiden Jokowi. Mereka adalah Angela Herliani Tanosoedibjo yang menjadi Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta dua staf khusus Jokowi yaitu Diaz Hendropriyono dan Putri Indahsari Tanjung.
Angela dan Putri adalahsalah satu anak dari kalangan konglomerat di Indonesia, sedang Diaz adalah putra A.M Hendropriyono yang tak lain adalah mantan Kepala Badan Intelejen Negara.

Indonesia Negara Demokrasi, Sangat disayangkan apabila Negara kita yang Demokrasi ternodai oleh Nepotisme yang kejam, rasanya seperti dikuasai oleh pihak tertentu. Seharusnya masyarakat dapat ikut serta dalam pemerintahan, tetapi politik dinasti menjadi penyakit yang hadir di tengah tengahnya bagai tak punya dosa, keluarga hadir membentengi, mengalahkan mereka yang berkompeten dan hanya berputar di kalangan elite politik.
Dilihat dari kacamata lain, politik dinasti pun mempunyai sesuatu yang baik, salah satunya calon pemimpin kelak lebih dikenal masyarakat, dan sudah mendapatkan pemahaman politik sejak dini dalam lingkungan keluarganya namun acap kali di Indonesia dijadikah ajang aji mumpung, ketika sang ayah berkuasa diwariskanlah kekuasaan serupa untuk anak, istri, atau anggota keluarga yang lain. Akhirnya yang berkembang adalah format patrimonial dengan kutub ekstremnya negara patrimonial. Sebagaimana berlaku pada monarki tradisional, di negara patrimonial kekuasaan, baik politik maupun ekonomi, diwariskan secara turun-temurun di antara para keluarga.

Negara Islam biasanya merupakan kerajaan, yang memiliki pemimpin turun temurun, meskipun agama di Indonesia mayoritas adalah islam, tapi jika dilihat dari sistem pemerintahannya Indonesia bukanlah Negara berbentuk Kerajaan, yang menggunakan sistem turun temurun. Indonesia berbentuk Negara kesatuan, maka sangat tidak riskan jika politik dinasti dilakukan di Indonesia. Meskipun dalam islam tidak selalu bersifat turun temurun.
Walau politik dinasti tidak dilarang, namun politik dinasti tidak memberikan keuntungan malah menimbulkan kerugian, tetapi di Indonesia sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Sempat ada Undang undang yang mengatur tentang politik dinasti  UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Dalam Pasal 7 huruf r
"Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana." Dan yang di maksud dengan "kepentingan dengan pertahana" adalah "tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana" adalah tidak memiliki ikatan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan kecuali telah melewati jeda 1 kali masa jabatan. Namun pasal tersebut dihapus oleh MK karena bertentangan dengan konstitusi UUD 1945.

Salah satu prinsip  utama demokrasi adalah kebebasan kepada rakyat untuk memilih dan menentukan secara langsung siapa yang dipercayanya untuk memimpin negeri ini. Dan salah satu cita -- cita reformasi tentu adalah mengatur dan membatasi masa jabatan pemimpin tadi, agar tercipta regenerasi kepemimpinan yang sehat untuk negeri, dan jauh dari stagnasi juga oligarki. Siapapun diantara kita yang sekarang menjabat pada posisi tertentu di negeri ini pasti menyadari, bahwa kita berada pada jabatan sekarang inipun karena adanya semangat regenerasi, demokrasi, dan reformasi. Demokrasi dan reformasi hadir tentu bukan untuk kita kebiri ataupun khianati.

*Penulis adalah mahasiswa semester 1, Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNTIRTA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun