Mohon tunggu...
Arta Elisabeth
Arta Elisabeth Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca, Penulis dan Penghayat Sastra

Pembaca yang sedang senang-senangnya membaca dan menghayati sastra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korupsi Nasional(isme)

22 Oktober 2019   10:23 Diperbarui: 25 Oktober 2019   15:14 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benedict Anderson (sumber: dokpri)

Ternyata, kata-kata itu berasal dari salah satu puisi dengan pesan nasionalisme, hasil guratan Wiji Thukul. Pendemo itu juga menggunakan payung berwarna hitam. Seorang pendemo lain - juga laki-laki - menggunakan jaket blue-jean yang bagian belakang ditempeli kertas putih dengan tulisan hitam sehingga mudah dipandang  oleh penulis dari kejauhan, "Diperkosa Negara, Negara Dagelan."

Tanpa kesulitan, penulis dapat sekilas memandang - dan membaca - kata-kata yang tersurat pada "grafiti" di jaket  itu. Apa yang tersirat dari kata-kata tersebut, nampaknya, berhubungan dengan tindak-tanduk pihak-pihak yang terkait(kaitkan) dengan urusan pemerkosaan dan lucu-lucuan (dagelan). Inikah gambaran, keterbayangan, atau imajinasi dari nasionalisme di negara bangsa NKRI masa kini yang baru saja ber-HUT ke 74.

Ingatan penulis ingin membuat kajian banding. Halaman sampul belakang edisi terbaru buku terlaris mendiang Benedict Anderson (1936-2015) berjudul Imagined Communities (IC), terbit perdana 1983, dan terbaru 2006; memuat  pesan menarik. Dengan buku ini Benedict Anderson (selanjutnya BenA) mengajak pembaca untuk ikut menjawab pertanyaan mendasar berkaitan dengan apa yang disebut "nasionalisme." Apa yang sesungguhnya membikin seorang warga negara rela hidup atau mati demi "nasionalisme."

Orang yang sama itupun bersedia memusuhi dan bahkan membunuh sesamanya (yang Lain) demi nasionalisme pilihannya itu. Menyempatkan diri membuat kajian banding dengan nasionalisme di Asia Tenggara (Spectre of Comparison, 1998), BenA perlu mengacu pada pendapat Lord Acton, tokoh politik Kerajaan Inggris, yang menganggap pada masa itu - paruh kedua abad 19 - ada tiga gerakan paling subversif yang mengancam Monarki Inggris. Gerakan nasionalisme adalah yang paling menarik rakyat, dan menjanjikan masa depan yang cerah.

Dua yang lain yaitu gerakan egalitarianisme (mengancam aristocracy) dan komunisme (sebelum kena pengaruh Karl Marx) yang mempermasalahkan tentang prinsip hak milik pribadi. Tulisan ini pada dasarnya hanya singkat menggurat apa yang Ben Anderson pernah menyurat dalam beberapa buku dan artikel yang lain.

Hampir tiga perempat abad sejak bangsa Indonesia mendeklarasikan nasionalisme anti kolonial dan imperial (1945-2019), sebagian warga negara RI, mungkin juga para pembaca budiman, akhir-akhir ini sempat ikut(ikutan) khawatir, dan perlu sibuk mengikuti demo. Misalnya, mereka menganggap si/apa yang menjadi kekuatan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, berdiri sejak 2002) akan dilemahkan dengan RUU terkait yang baru.

Penulis tidak melupa kata-kata BenA, segera sesudah terjadi peluang dan peristiwa "Reformasi Mei 1998". Saat itu BenA takut mengapa banyak WNI, khususnya Kelas Menengah, dan kaum elit Indonesia yang lebih cenderung mempermasalahkan dan menuntut kembalinya harta korupsi mantan presiden RI, Jenderal Besar Suharto. Perlu diketahui, karena karir akademisnya, BenA sempat dicekal selama 27 tahun (1972 - 1999) oleh rejim Orde Baru untuk masuk Indonesia.

Meskipun begitu, BenA menegaskan bahwa sementara saat rejim itu tergusur dalam "Tragedi Mei 1998" - entah kapan akan bangkit lagi - kalangan tertentu WNI itu terlalu mengutamakan hal untuk menuntut pengembalian uang hasil korupsi termaksud; daripada melihat kesempatan itu sebagai peluang memajukan demokratisasi.

BenA merasa bahwa hal membesar-besarkan masalah korupsi adalah - seakan - menganggap harta dan uang hasil korupsi itu berasal-usul dari saku kantong nenek-moyang mereka. BenA yang paham sejarah peristiwa "Revoloesi Pemoeda" (1945-1949) mengingatkan bahwa masih ada banyak usaha, aksi dan gerakan untuk "mereformasi" dan memajukan demokratisasi dengan memperkembangkan  nasionalisme seturut kemajemukan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan negara bangsa Indonesia.

Memang, tidak terlalu mudah dan sederhana untuk memahami gagasan BenA yang mengatakan bahwa "nasionalisme adalah gagasan tentang komunitas ter/di-bayangkan (imagined communities); di mana warga suatu negara bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan tak mampu mengenal sebagian besar warga yang lain, tidak bertatap muka dengan mereka, dan bahkan mungkin tak pernah mendengar tentang mereka.

Namun toh di benak setiap orang yang menjadi warga bagsa itu hidup sebuah keterbayangan (imajinasi) tentang kebersamaan mereka" (Imagined Communities. Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. h.8).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun