Saya dedikasikan artikel ini di kolom OPINI, walau yang saya saksikan tiga jam lalu adalah sebuah REPORTASE. Sebuah mobil ambulans terjungkal, di Jalan Poros Maros-Makassar (dekat Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar). Ambulans naas itu, terbalik. Penumpangnya: seorang pasien wanita yang sedang diinfuse, seorang perawat, dan ayah-ibu sang pasien.
[caption id="attachment_203339" align="aligncenter" width="300" caption="ilustrasi: tribun news"][/caption]
Saya yang menyaksikan tragedi transportasi itu, segera menepikan kendaraan. Ambulan terbalik di sisi kanan body mobil. Penumpang teramat susah keluar. Teriakan dan jeritan pertolongan dari sang korbanpun memekik iba dan kepanikanku beserta 'relawan' lainnya. Kisah selanjutnya, sang sopir justru sukses meloloskan diri dari sela-sela pintu mobil yang telah rengsek. Rengseknya mobil ambulan yang bernopol DD 192 M ini dikarenakan menabrak trotoar (pemisah jalur kanan dan kiri) di jalan provinsi itu.
Saya memiliki kesempatan mengintip korban, pasien sedang diinfus itu, botol infusnya sudah terpisah dari selang. Pasien ini pingsan. Sedang korban lain masih terhimpit di bawa badan mobil. Ambulans yang tertulis Puskesmas Keliling Barukku Kabupaten Sidrap ini benar-benar menyulitkan proses evakuasi. Tak seorangpun polisi berada di tempat. Jalanan telah macet total.
Kami 'regu penolong' dadakan tak saling kenal. Berhasil mengevakuasi para korban insiden ini, sang pasien pun kami gotong menuju sebuah mobil avanza yang kami tahan agar segera melarikan pasien ini ke RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tak ayal seorang wanita separu baya, wajahnya terumur darah, Ini pasti karena benturan dengan benda keras. Beberapa menit setelah pasien yang tak ber-infuse itu pergi. Saya duduk menepi. Sayapun bertanya: "Mengapa ambulans identik dengan ngebut?".
Melalui media Kompasiana ini, saya pun beropini bahwa sebetulnya ambulans dilarang keras ngebut. Alasan yang saya tonjolkan ada dua:
1. Pasien akan terguncang-guncang saat ambulan berlari kencang. 2.Ngebutnya ambulans berpotensi terjadinya kecelakaan sekaligus mencelakakan pengguna jalan lain.
Pembaca mungkin akan komplain bahwa ambulans memang harus ngebut demi menyelamatkan nyawa pasien yang harus segera tiba di rumah sakit tujuan. Pernyataan ini, saya tak sanggup sangkali. Namun, setahu saya, dalam sebuah ambulan telah dilengkapi peralatan medis, tabung oksigen, dan seterusnya -termasuk kesiapan tim medis melakukan tindakan darurat di ambulan- yang populer disebut rumah sakit berjalan ini.
* * *
Pengalaman beberapa kali ikut dalam ambulans, saya berhak menegur sopir ambulans. Kenapa saya tegur?. Sebab speednya melebihi 80 km/jam. Ini tak dibenarkan. Ambulan dalam situasi jalan raya padat, malah direkomendasikan speed: 40 km/jam. Situasi jalan yang sepi, kecepatan maksimal 80 km/jam. Janganlah berpendapat bahwa ambulan dengan sopirnya akan 'semau gue' di jalanan dan menjadi 'penguasa' di jalur lalu lintas. Itu pendapat keliru.
[caption id="attachment_203337" align="aligncenter" width="300" caption="Saya gagal mengambil gambar TKP dengan baik sebab saya hanya menggunakan handphone"]